Ancaman pada hakikatnya merupakan suatu hal, keadaan, kejadian atau tindakan yang dianggap dapat membahayakan, menyulitkan, mengganggu, atau merugikan. Jika dikaitkan dengan konsep nasional, maka ancaman merupakan upaya baik dari dalam maupun luar negeri yang dapat membahayakan keselamatan bangsa, keamanan, kedaulatan, keutuhan dan kepentingan nasional di berbagai aspek, baik ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, maupun pertahanan dan keamanan.
Ancaman terbagi dalam dua hal, yaitu ancaman tradisional (konvensional) dan ancaman non tradisional (non konvensional). Pada spektrum tradisional, ancaman bersifat fisik yang dapat dilihat secara kasat mata, seperti pemberontakan bersenjata, terorisme, kejahatan laut, pelanggaran wilayah, invasi dan kudeta. Sedangkan ancaman non-konvensional bersifat tidak terlihat, seperti krisis moneter, korupsi, sabotase, propaganda, siber dan money laundry.
Perlu diketahui bahwa spektrum ancaman saat ini lebih didominasi oleh ancaman yang bersifat non-traditional, terutama didorong oleh perkembangan isu – isu strategis seperti demokratisasi, penegakan HAM dan terorisme. Kondisi tersebut juga turut menggeser sistem keamanan nasional yang awalnya berpusat pada negara (state center security) menjadi berpusat pada manusia (people center security) atau pada definisi lain disebut human security, yaitu kemanan yang berfokus pada keamanan ekonomi, keamanan pangan, keamanan kesehatan, keamanan lingkungan, keamanan individu, keamanan komunitas dan keamanan politik.
Klasifikasi ancaman juga menjadi salah satu unsur dalam hakekat ancaman yang penting sebagai bahan pertimbangan intelijen. Ada empat tingkatan ancaman, yaitu ancaman bahaya dalam skala minor (kecil), moderat (sedang), serius (besar) dan kritis (besar sekali). Pengklasifikasian ancaman ini dinilai penting untuk menjadi tolak ukur tindakan intelijen.
Dari perspektif lain, format dan model ancaman juga semakin terdiversifikasi sehingga memunculkan varian – varian baru ancaman. Salah satu contohnya adalah klasifikasi ancaman pada senjata biologi (serta nuklir dan kimia), sehingga bagi intelijen negara menempatkan pengumpulan dan analisa terhadap informasi tersebut sebagai prioritast tinggi sebagai upaya deteksi serta cegah dini terhadap kemungkinan adannya ancaman pemanfaatan virus tersebut sebagai senjata pemusnah massal. Semua hal tersebut perlu dianalisa untuk mengetahui ada atau tidaknya suatu ancaman yang bisa mengganggu kepentingan dan keamanan nasional.
Ada dua pendekatan untuk menganalisa definisi kepentingan nasional, yaitu (1) pendekatan logical deductive, yakni definisi yang mengasumsikan bahwa negara selalu mengejar tujuan – tujuan utama dalam menjaga integritas teritorial dan politik. Melalui pendekatan ini, definisi keamanan nasional identik dengan negara yang sedang terancam integritas politik ataupun legitimasi teritorialnya, dan (2) pendekatan empirical – inductive, dimana kepentingan nasional diambil dari pernyataan dan perilaku pembuat keputusan nasional jika memenuhi dua syarat, yaitu tidak berdasar kepentingan pribadi dan golongan tertentu, serta tetap menganut pada prioritas tujuan nasional.
Kemudian terkait dengan keamanan nasional (national security) pada umumnya selalu dikaitkan dengan konsep kebebasan ancaman yang bersifat fisik atau militer terhadap suatu negara, sehingga berfokus pada perlindungan pemerintah atau negara kepada warganegara dari segala macam ancaman dan resiko. Dengan demikian, keamanan dipahami sebagai kondisi yang aman tanpa adanya bahaya atau ancaman. Hal ini juga tergantung pada tiga variabel utama, yakni asset yang dilindungi, pelindung (protector) yang berperan melindungi asset, serta ancaman kepada aset.
Selanjutnya jika merujuk pada UU No 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara, intelijen berperan sebagai lini pertama pertahanan (first line of defense) keamanan nasional (UU Intelijen Negara, Pasal 3), sehingga perannya sangat vital dalam mengamankan asset, baik dalam tingkatan negara ataupun individu warganegara.
Sebagai tambahan, ada tiga alasan urgensi vital intelijen dalam keamanan nasional, yaitu (1) intelijen dibutuhkan untuk menghindari terjadinya pendadakan strategis (strategic surprise) karena fungsi intelijen diharapkan mampu mendeteksi segala ancaman yang berpotensi membahayakan eksistensi negara, (2) intelijen diperlukan untuk mendukung proses kebijakan nasional, dimana intelijen secara konsisten diharapkan dapat memberikan laporan yang cepat dan tepat (velox et exactus) mengenai latar belakang, konteks, informasi, peringatan resiko serta kelebihan dan kekurangan suatu kebijakan, dan (3) intelijen dibutuhkan untuk menjaga kerahasiaan informasi nasional, sehingga cara untuk mendapatkan, melindungi dan mendistribusikan informasi tersebut juga harus dilakukan secara rahasia.
Dengan demikian maka bisa dipahami bahwa keberadaan intelijen, baik dalam pengertian lembaga atau orang pada hakikatnya di desain untuk melindungi kemanan dan kepentingan nasional, sehingga tidak mengherankan jika dilihat dari peran strategisnya maka pengemban fungsi intelijen sering disebut Garis Pertama Pertahanan. Semoga terlahir intelijen – intelijen profesional yang mampu mengemban amanat negara dalam menjaga seluruh garis pertahanan dalam melindungi keamanan dan kepentingan nasional.