LINGKAR INDONESIA – Mantan Anggota Legislatif dan Ekskutif 1999-2012, H. Mochtar Mohamad dalam karya tulisnya mengutarakan Presiden Jokowi sudah menunjukkan kepemimpinannya dalam memimpin Indonesia.
Legacy yang dilakukan Pak Jokowi itu sangat luar biasa, sangat luar biasa. Namun, ada hal yang harus benar-benar diwaspadai Pak Jokowi agar di tahun 2022 tidak terjadi turbulensi politik akibat perbauran mulai masuknya tahun politik dan terjadinya krisis ekonomi.
Saya kenal Pak Jokowi dari tahun 2008, kami sama-sama menjadi wali kota di tahun yang sama. Beliau wali kota Solo, dan saya wali kota Bekasi. Kami tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi).
Pada saat Munas Apeksi di Surakarta tahun 2009, Pak Jokowi terpilih sebagai Ketua Apeksi. Pada saat itu kami para wali kota se Indonesia peserta Apkesi diajak meninjau penataan atau relokasi Pedagang Kaki Lima di Pasar Notoharjo Semanggi, Solo, yang dilakukan tanpa adanya kekerasan atau penggusuran paksa. Menurut beliau, keberhasilan melakukan relokasi PKL itu seletah beliau puluhan kali dengan sabar, dengan tekun, dengan gigih, mendekati para pedagang kaki lima, mengambil hatinya, mengajak ngomong, mengajak diskusi, mengajak makan malam, agar mau direlokasi ke temapt yang sudah disediakan.
Itu adalah bukti bagaimana Pak Jokowi sebagai pemimpin punya manajemen krisis dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan. Dari pengalaman dan ukuran keberhasilan beliau merelokasi pedangang kaki lima tanpa kekerasan, yang kemudian menjadi model dalam hal pengelolaan manajemen pemerintahan, saya yakin, Pak Jokowi juga akan berhasil dalam menghadapi tantangan krisis saat ini. Saya yakin apapun niatnya Pak Jokowi menata pemerintahan ini, dengan semangat totalitasnya, ini akan berhasil.
Akan tetapi, ini bisa saja menjadi turbulansi politik mana kala dalam menghadapi situasi dari bauran krisis ekonomi dengan masuknya tahun politik tidak diimbangi kecakapan kinerja kabinet sebagai instrument pendukung pemerintahan Presiden Jokowi. Artinya, ini akan menjadi masalah serius mana kala kabinet Jokowi tidak seirama dan tidak seriusdalam mengenali masalah dan menangani masalah.
Ada beberapa indikator, kenapa perlu diwaspadai tahun 2022 rawan terjadi turbuilensi politik di Kanbinet Jokowi;
1. Di Kabunet Jokowi, Kabinet Indonesia Maju, didominasi oleh unsur menteri dari partai politik. Sementara sesuai dengan UU No 7 tahun 2017 tantang Pemilihan Umum bahwa tahapan Pilpres 2024 dan tahapan Pemilu Legislatif 2024 pencoblosannya adalah bulan Maret 2024. Sedangkan tahapannya dimulai 20 bulan sebelum pencooblosan, berarti Juli 2022 sudah masuk tahapan pemilu, baik pilpres maupun pileg. Artinya adalah para menteri dari partai, yang berniat untuk menjadi capres, dan berniat untuk menjadi anggota legislatif, pikirannya akan bercabang di dalam tugasnya sebagai menteri dan misi politik dirinya menjelang pileg dan pilpres.
2. Beberapa anggota kabinet terindikasi punya misi politik di Pilpres 2024. Mereka rawan melakukan upaya penggelangan dana melalui kewenangan yang melekat pada dirinya, untuk kepentingan pribadi.
3. Permasalahan yang dihadapi kabinet Jokowi saat ini adalah krisis ekonomi. Sejak 2020 APBN dan APBD terkoreksi ataupun tidak mencapai target, terjadai perubahan parsial ke arah negatif. Di APBN terjadi pengurangan dana perimbangan (bagi hasil pajak /bagi hasil bukan pajak, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dana transfer daerah berkurang) . Bahkan di Jawa Barat beberapa kali perubahan ke arah negatif, dan untuk memenuhi APBD itu harus berhutang. Tercatat, Jawa Barat melakukan pinjaman Rp 1,53 triliun (Sumber: LKPJ 2020). Contoh lain, di beberapa daerah di Jawa Barat pada triwulan pertama tahun 2021 ini sudah melakukan perubahan parsial. Ini gejala negatif bahwa ancaman krisis itu nyata.
4. Tahun 2022 adalah tahun ketiga untuk periode kedua pemerintahan Jokowi, artinya sudah masuk kurva turun kepercayaan publik terhadap pemerintahan yang akan selesai masa pemerintahannya. Ditambah dengan beberapa kebijakan tidak populis seperti larangan mudik lebaran 2021.
5. Kabinet yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak dalam hal pangan seperti Kementerian Pertanian dan Kementerian BUMN tidak berhasil memenuhi produktivitas pangan dalam negeri yang cukup sehingga kebijakan mengenai pangan diselesaikan dengan impor. Kementerian Pertanian dan Kementerian BUMN tidak berhasil mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan sebagai penopang utama dalam menghadapi krisis.
Dengan indikator itu, bisa dikatakan kondisi saat ini dan menjelang masuknya tahun politik tahun 2022 adalah kondisi yang menurut istilah Bung Karno adalah Tahun Vivere Pericoloso, untuk menggambarkan bahwa Indonesia sedang mengalami masa genting. Dalam kondisi yang seperti inilah, maka Presiden Jokowi harus cakap dalam mengidentifikasi masalah, harus lebih tajam dalam mengidentifikasi masalah.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan Presiden Jokowi:
Pertama, battom up planning (musrembang), yang biasanya dilakukan setahun sekali, ini minimal harus dua kali dilakukan musrembang, dimana yang kedua difokuskan untuk identifikasi masalah.
Kedua, cara modern, yaitu survei dengan multy stage random, bisa dipotret per tiga bulan, untuk mengidentifikasi persoalan yang dihadapi masyarakat terutama kebutuhan dasar, yang hasil riset itu menjadi dasar untuk memperbaiki kebijakan di tahun berjalan guna memperkecil risiko efek negatif dari situasi ekonomi yang melemah.
Ketiga, TNI/Polri diharapkan mampu melakukan Langkah pre entif dan prefentif terhadap situasi yang mengarah ke gejala social atas situasi yang ada. Deteksi dini di tingkat RT sebagai lingkungan yang paling bawah harus lebih diefektifkan.
Keempat, refocusing APBN untuk kemandirian ekonomi keluarga. Kita tahu saat ini menurut Disdukcapil, penduduk saat ini 271 juta dengan 86 juta KK. Dari jumlah KK tersebut, jika diasumsikan 50 persen harus dimandirikan ekonominya, maka jumlahnya sekitar 43 juta KK. Kalau di tahun 2021 ini bisa ditangani 20 juta KK, maka secara tahap tahun 2022 bisa selesai. Dengan program KUR misalnya Rp10 juta tiap KK, maka yang dibutuhkan adalah Rp 200 Triliun. Sumber dananya bisa dari APBN, APBD Provinsi, dan APBD Kabupaten/Kota yang disalurkan lewat perbankan nasional. Dengan zonasi penyebaran KUR berbasis zonasi tingkat RT yang berjumlah 1.080.165.
Kelima, di era 4.0 seharusnya menteri memberikan menu progres capaian rencana strategis (renstra) yang bisa dimonitoring oleh Presiden setiap saat.(WW)