LINGKAR INDONESIA (Jakarta) — Selain keberhasilan dan kontribusi transmigrasi dalam pembangunan daerah, para transmigran masih dihadapkan berbagai persoalan krusial sepanjang Tahun 2022 seperti, kasus tanah transmigran, buruknya infrastruktur menuju permukiman, dan peran politik yang belum optimal.

Kasus tanah bermacam sebabnya. Diantaranya tumpang tindih kepemilikan, penyerobotan, sertifikat tidak kunjung selesai, dan lainnya. Lokasinya ada diberbagai daerah.

Demikian dikatakan Ketum DPP PATRI, Lurah Hasprabu saat Rapat Perhimpunan Anak Transmigran Republik Indonesia (PATRI) di Jakarta (4/1/2023).

Hadir pada rapat tersebut  antara lain, Sekjen DPP PATRI, Sutrisno, Bendum Sugiharto, Ketua Wilayah Tengah Suwito Laros, dan Kepala Sekretariat Agus Triyanto.

Agenda rapat mengevaluasi program tahun sebelumnya, rencana menyambut tahun politik 2023/2024, dan menyoroti masalah yang masih dihadapi warga transmigran.

Lebih jauh Lurah Hasprabu mengatakan, selain keberhasilan dan kontribusi transmigrasi dalam pembangunan daerah, juga masih menyisakan beberapa kasus.

“Kontribusi gerakan transmigrasi sudah jelas. Misalnya yang tampak nyata,  pengembangan wilayah, menjadi lumbung pangan daerah, dan terjalinnya perekat antar anak bangsa”, ujarnya.

Yang paling viral, kata Hasprabu adalah permukiman transmigrasi Sepaku, Kalimantan Timur yang menjadi IKN Nusantara. Termasuk sumbangan pembentukan ribuan desa, kecamatan, kabupaten, dan pemekaran beberapa provinsi .

“Selain keberhasilan tersebut, ada tiga persoalan besar transmigrasi yang menonjol hingga 2022 yakni, kasus tanah transmigran, buruknya infrastruktur menuju permukiman, dan peran politik yang belum optimal,” paparnya.

Menurut Hasprabu, kasus tanah bermacam sebabnya. Diantaranya tumpang tindih kepemilikan, penyerobotan, sertifkat tidak kunjung selesai, dan lainnya. Lokasinya ada diberbagai daerah.

“Di (Sumatera ada) Tongar Pasaman Barat (eks repatrian Suriname, red), Babat Supat (Sumsel). Kalimantan di Seret Ayon Sambas, di Suliliran (Paser Kaltim), di Konawe Selatan (Sulawesi Tenggara), dan lainnya,” urai Hasprabu

Terkait persoalan Infrastruktur, problem utamanya adalah  jalan penghubung yang sangat buruk. Hal ini menyebabkan komoditas pertanian sulit diangkut. Harga jadi sangat rendah. Bahkan tak terjual. Sehingga walau panen, pendapatan warga tak berubah.

Dalam hal peran politik, warga transmigran masih jadi objek. Menyoroti hal ini, anak Transmigran dari Trans POLRI Jayaguna Lampung itu mendorong agar PATRI daerah lebih berperan nyata.

“Jangan hanya menjelang pemilu saja ada yang datang ke kimtrans minta dukungan. Setelah berhasil, lokasi dilupakan. Kalau tidak mau memajukan (kimtrans), tidak usah dipilih. Pengurus harus berani menyuarakan aspirasi ini,” ujarnya.

Mengakhiri pendapatnya, Ketum DPP PATRI berpesan. Agar pemerintah menguatkan sinergi dengan perwakilan masyarakat transmigrasi. Dalam hal ini PATRI. Pemerintah sudah menerbitkan Perpres Nomor 50 Tahun 2018. Pada pasal 1 butir 2, pasal 2, dan pasal 20 ayat 2, disebutkan adanya peran masyarakat dalam pelaksanaan Perpres No. 50 tahun 2018. Baik perannya di tingkat Nasional, Provinsi, maupun Kabupaten.

“Saya ingatkan, agar pengurus PATRI di daerah mulai 2023 ini pro-aktif menjalin sinergi dengan pimpinan daerahnya. Jangan menunggu diundang,” pungkasnya.(spb/x.bt/red)

Bagikan:

Tinggalkan Balasan