LINGKAR INDONESIA (Subang) – Korban perkosaan pada sebuah pondok pesantren yang masih dibawah umur sontak ketakutan lantaran pelaku alias terdakwa dihadirkan dalam ruang sidang di Pengadilan Negeri Kabupaten Subang, Kamis (6/10/2022).
Aneng selaku pendamping korban juga mempersoalkan berubahnya mekanisme sidang dari yang sedianya online, tiba-tiba offline. Yang tak kalah kacau adalah raibnya LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi & Korban) saat saksi korban hendak memberikan kesaksian.
Menurutnya, saksi korban merupakan anak dibawah umur yang tentu jadi saksi saja sudah ketakukan, kenapa terdakwa malah dihadirkan.
“Ini seperti sengaja tersangkanya dihadirkan di persidangan, padahal seharusnya saksi korban dalam keadaan nyaman saat bersaksi. Tadi saja saksi menangis ketakutan, tidak mau jadi saksi, “ jawab Aneng saat diwawancarai melalui akun Whatsapp pribadinya, Kamis (6/10/2022).
Dengan adanya kejadian ini, Aneng selaku pendamping korban membuat surat terbuka di story whatsapp pribadinya, dengan meminta kepada seluruh Jaksa dan majelis hakim PN Subang agar menjadi perhatian di lain waktu apabila ada saksi di bawah umur yang harus bersaksi di pengadilan, jangan menghadirkan terdakwa dalam saat bersamaa di lokasi yang sama.
Ia sebagai masyarakat, memohon kepada pelaksana sidang agar terdakwa dijauhkan atau dikeluarkan terlebih dahulu, demi ketenangan dan kenyamanan saksi korban saat bersaksi dihadapan majelis hakim.
“Mengingat seorang saksi harus merasa nyaman dan tidak merasa ketakutan pada saat memberikan keterangan di ruang sidang,”tulis Aneng melalui story whatsapp pribadinya.
Diceritakan Aneng, korban adalah anak angkatnya, dan saat ini dalam keadaan depresi. Mirisnya, korban yang berstatus masih pelajar sulit mencari sekolah karena kondisi terpuruk.(opik)