LINGKAR INDONESIA – Lewat Mangalaban Silaban, SH & Partners selaku Advocates & Consultanse dari Drs. Andi Iswanto Salim melayangkan surat Permohonan Pemblokiran Sertifikat Hak Milik (HM) Nomor: 2164/Margajaya Surat Ukuran Nomor: 1512/Margajaya/2005, Atas Nama: Drs. Rahmat Effendi dan Drs. H. Abdul Hadi ke Kepala Kantor Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bekasi.

Surat Permohonan Pemblokiran Sertifikat Hak Milik (HM) Bernomor: 07/MSP/IX/2020 tertanggal 28 September 2020 atas tanah yang berlokasi di Jl. Jenderal Ahmad Yani No.25 Kelurahan Margajaya, Kecamatan Bekasi Selatan (Depan Revo), Kota Bekasi, Jawa Barat.

“Tanah yang dibeli di Jl. Ahmad Yani depan Revo untuk Gedung Golkar yang baru tersebut berdasarkan pengakuan Rahmat Effendi sendiri bahwa itu menggunakan uang dari hasil penjualan Gedung Golkar yang lama, yakni di Jl. Jenderal Ahmad Yani, No.18 Kec. Bekasi Selatan. Namun, yang menjadi pemikiran di kita, pertama, tanah yang akan dia bangun itu tanah masih bermasalah. Sertifikat tanah itu sudah kami blokir karena masih merupakan objek perkara. Tidak menutup kemungkinan kami akan menggugat secara terpisah, bahwa kami sudah dirugikan oleh Ketua DPD Golkar Kota Bekasi, saudara Rahmat Effendi. Kedua, Tanah tersebut Atas Nama saudara Drs. Rahmat Effendi dan Drs. H. Abdul Hadi bukan Atas nama Partai Golkar,” ungkap Andi Salim kepada awak media kemarin.

Oleh karena itu, sambung Andi Salim, kami keberatan dengan adanya rencana pendirian Gedung ataupun peletakan batu pertama Kantor Sekretariat atau apapun namanya, kalau itu yang dimaksudkan sebagai kata berkelanjutan dari statement Pak Rahmat Effendi sebelumnya bahwa urusan aset Golkar sudah clear, clear yang dari mana? Clear hanya buat dia?

“Buat dia clear, pertanggungjawaban ke DPP Partai Golkar mungkin clear, tapi dia meninggal masalah buat semua orang, masalah buat kader, meninggal masalah buat saya sebagai pembeli Gedung. Tidak ada yang clear. Yang clear hanya tanah itu, tapi kalau tanah itu saya permaslahankan bisa menjadi tidak clear,” tegas Andi Salim.

Kita berharap, kata Andi Salim, selama 16 Tahun sudah berjalan kalau ada itikad yang baik dia tentu bisa membereskan hal ini, dengan cara mencicil kek atau tidak mempermasalahkan secara hukum.

“Saya tidak punya kemauan membawa permasalahan ini keranah hukum tapi di mulai oleh dia (Rahmat Effendi), ini semua bisa masuk keranah hukum oleh karena dia, dan itulah yang kami layani selama ini,” paparnya.

Yang kita harapkan, lanjut Andi Salim, sebentar lagi sedang diresume karena penetapan sita yang lama sudah tidak bisa lagi dipakai lagi sekarang karena Ketua Pengadilan dan Panitera sudah berbeda kemudian waktunya sudah expired.

“Nah, sekarang ini kita sedang melanjutkan permohonan eksekusi proses itulagi sampai selesai. Melaksanakan isi putusan Pengadilan salah satunya adalah dilakukannya eksekusi. Gedung Golkar di Jl. Jenderal Ahmad Yani, No.18. Kalau kami tidak bisa menerima nilai kerugian kami, kami akan gugat kembali,” terangnya.

Lagian, lanjut Andi Salim, Syarat di laksanakannya ground breaking adalah semua perijinan sudah dilengkapi, apakah pelaksanaan ground breaking tersebut panitia pembangunan sudah megantungi perijinan?

“Saya sangat meyakini persyaratan seperti KRK, Rekom Peil Banjir, Rekom Lingkungan, Rekom Lalin, Site Plan, pihak panitia belum memiliki. Apalagi untuk IMB-nya saya pastikan tidak ada. Jadi, di Kota Bekasi sebagai Plt. Ketua DPD sebesar Partai Golkar saja berani melecehkan dirinya sendiri, tengsin memberikan contoh yang tidak patut dilakukan oleh seorang anak Walikota, jadi bagaimana mau mendisplinkan Partai sebesar Partai Golkar. UU 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang bisa terjadi pelanggaran Gedung Golkar yang di ground breaking. Kalaupun semua administrasi bisa dibuat, atas nama siapa? Golkar atau Sdr. Pepen. Kalau Pepen berarti Gedung milik pribadi, buat apa Golkar hadir? Kalau atas nama Golkar surat tanah apa sudah di balik nama?,” ujar Andi Salim seraya bertanya.

Ditempat yang sama, Mangalaban Silaban selaku kuasa hukum Andi Salim turut menyampaikan bahwa kita memang sedang melakukan permohonan eksekusi, eksekusi terhadap Putusan Pengadilan No: 41. Tapi secara sukarela, beliau (Rahmat Effendi) tidak melakukan isi putusan tersebut, padahal hak dan kewajiban dari masing-masing pihak sudah sangat jelas tertuang dalam putusan Pengadilan Negeri Bekasi.

“Sampai beberapa tahun ini, setelah kita lakukan Somasi dan segala macam itu juga tidak di gubris. Bahkan mempunyai alasan bahwa mereka itu menjual yang bukan miliknya. Kemudian seolah-olah keputusan Perdamaian itu dibuat tidak dengan kehendak masing-masing. Padahal itu semua adalah atas kehendak masing-masing. Terus, lahirlah perjanjian perdamaian. Setelah itu, berikanlah ke Majelis Hakim dan dituangkan dalam sebuah Putusan Pengadilan. Ternyata setelah kurang lebih 4 tahun beliau (Saudara Rahmat Effendi) tidak mengindahkan. Mau tidak mau secara hukum harus kita tindaklanjuti, harus ada penyelesaian, walaupun memakan waktu yang cukup panjang,” papar Mangalaban Silaban.

Jadi, sambung Silaban, kita mengharapkan beliau (Rahmat Effendi) punya itikad baik, menyerahkan secara sukarela, khususnya mentaati isi Putusan Pengadilan Negeri.

“Tapikan sampai hari ini tidak ada, terlihat seperti bermain-main. Padahal Putusan itu sudah memiliki kekuatan Hukum Tetap. Apapun ceritanya harus kita laksanakan,” tegas Silaban.(YD)

Bagikan:

Tinggalkan Balasan