Oleh  Imam Trikarsohadi

Apa yang menjadi salah satu bab merisaukan dalam kehidupan berbangsa saat ini ? jawabnya realitas merosotnya kepercayaan yang telah menjadi pola umum di sebagian besar rakyat.

Ketika semua urusan ditentukan oleh transaksi antar partai politik di berbagai level, dan ketika mayoritas partai politik memilih jalan untuk kepentingan dirinya hingga ke seluruh ruang-ruang eksekutif, saat itulah masyarakat semakin tak percaya dengan keberadaan eksekutif.

Efeknya, semua kebijakan eksekutif di semua tingkatan dicurigai sebagai bagian dari komitmen tst yang sering dianggap korup dan tak berpihak pada kepentingan rakyat.

Realitas ini akan menjadi PR utama pemerintahan kedepan, siapapun yang kelak akan berkuasa. Caranya, menumbuhkan kembali kepercayaan rakyat  dengan cara mengedepankan transparansi dan akuntabilitas dari setiap pelaksanaan kegiatan pelayanan publik.

Mau tidak mau, penguasa  kedepan di semua tingkatan, harus berupaya membangun kembali kepercayaan publik dengan menjaga dan meningkatkan kualitas kerjanya dalam melayani rakyat.

Sebab apa? Karena rakyat akan yakin pemerintah berkemauan baik apabila para pemimpin dan organisasinya berusaha keras menanggapi kepentingan masyarakat secara partisipatori, inklusif dan bisa diandalkan. Bila ini dilakukan, rakyat akan percaya bahwa pemimpin dan lembaga yang dipimpinnya memang dan mampu bekerja untuk rakyatnya.

Yang juga tak boleh diabaikan adalah konsistensi pemerintah dalam mematuhi aturan baku, hukum, regulasi, petunjuk dan prosedur kenegaraan. Kepatuhan ini menjadi dasar penilaian rakyat  bahwa pemerintah menjalankan mandatnya dan melaksanakan tanggungjawabnya.

Sebab itu pula,  membangun kebijakan publik melalui beragam kebijakan melalui skema welfare state (kesejahteraan bangsa) menjadi  salah satu langkah yang paling efektif untuk menciptakan kepercayaan publik.

Untuk itu pula, pemerintah kedepan dituntut meningkatkan kepercayaan publik, yakni transparansi, akuntabilitas, dan integritas. Apabila ketiga hal ini tidak dilakukan, maka, lagi-lagi,  kebijakan eksekutif  rawan tindakan koruptif. Otoritasnya boleh jadi besar,  tapi jika minus transparansi dan akuntabilitas, bisa menimbulkan tindakan koruptif.

Yang patut pula untuk dikoreksi habis-habisan adalah sistem administrasi negara tidak dibangun dengan landasan mengedepan transparansi dan akuntabilitas. Terlalu banyak kebijakan publik yang dibuat memiliki kecenderungan tendensi politik yang begitu kuat, sehingga sulit bagi rakyat  untuk percaya kepada pemerintah. Apalagi belum dibentuk sistem yang memadai untuk mengontrol kebijakan publik tersebut.

Seiring dengan perubahan tata birorasi yang telah berjalan sejak sekitar 24  tahun yang lalu sejak era reformasi dicetuskan, kepercayaan rakyat  terhadap pemerintah bukan semakin baik seperti yang diharapkan, namun mengalami pasang surut yang sangat fluktuatif. Pasalnya, dengan dengan pelaksanaan reformasi birokrasi, kondisi masyarakat tidaklah serta merta menjadi lebih baik, sebaliknya justru rakyat mengisyaratkan pesismisme yang terus menguat.

Dari segi konsep, kepercayaan rakyat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu political trust (kepercayaan politik) dan social trust (kepercayaan social).

Dari perspektif politik, kepercayaan terjadi ketika rakyat menilai lembaga pemerintah dan para pemimpinnya dapat memenuhi janji, efisien, adil, dan jujur.  Jika institusi pemerintah, pejabat publik, dan kebijakan yang dibuatnya dinilai baik oleh rakyat, maka mereka akan memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap pemerintah. Mereka percaya bahwa pemerintah tidak akan berbuat buruk, melainkan akan selalu melakukan tindakan yang baik meskipun tidak diawasi.

Kepercayaan publik  terhadap pemerintah menggambarkan perasaan yang ada dalam masyarakat,  sehingga jika tingkat kepercayaan tinggi menunjukkan bahwa rakyat  sedang dalam keadaan senang, nyaman, aman dan akhirnya akan mendukung kebijakan pemerintah. Jika jika institusi dan para pejabatnya mengambil pilihan kebijakan tertentu yang dinilai oleh rakyat  sebagai pilihan benar, maka rakyat  akan cenderung menaruh kepercayaannya. Namun jika respon terhadap keluhan rakyat di pingpong, lamban direspon  dan sesuai harapan, maka otomatis kepercayaan rakyat akan terjun bebas.

Yang juga perlu dicermati adalah realitas bahwa tindakan pejabat meskipun tidak mewakili institusinya, akan sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan. Hal tersebut terlihat jika pejabat yang bersangkutan melakukan tindakan yang tidak disukai oleh rakyat atau melakukan perbuatan yang membuat rakyat  merasa tidak nyaman. Bila ini terjadi, maka sontak terjadi krisis kepercayaan terhadap pejabat tersebut yang sekaligus merosot pula kepercayaan terhadap institusi dimana pejabat bertugas.

Berikutnya social trust (kepercayaan sosial). Kepercayaan jenis ini  menggambarkan kepercayaan warga terhadap warga yang lainnya dalam suatu komunitas atau masyarakat. Sebab itu, kepercayaan terhadap pemerintah sangat dipengaruhi oleh kepercayaan sosial, karena kepercayaan publik tidak terjadi dalam ruang kosong melainkan dalam sebuah komunitas yang di dalamnya terdapat dinamika yang mau tidak mau akan mempengaruhi kepercayaan publik kepada pemerintah dan kebijakannya.

Hiruk pikuk dan derasnya informasi tentang berbagai hal yang dilakukan oleh pemerintah, utamanya melalui media sosial,  juga akan membentuk persepsi dalam pikiran masyarakat.

Akan menjadi masalah jika informasi yang tersampaikan tidak sesuai dengan realitas yang ada. Selain itu, strategi komunikasi juga sangat mempengaruhi adanya pembentukan persepsi yang berhasil akhir pada tingkat kepercayaan. Warga akan cenderung memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap pemerintah ketika mereka menilai pemerintah mampu mencukupi kesejahteraannya dan memberikan rasa adil.(*).

Bagikan:

Tinggalkan Balasan