Lingkar Indonesia-Seiring dengan program untuk mewujudkan perairan Indonesia menjadi poros maritim dunia, maka fungsi Polair akan semakin startegis. Setidaknya ada dua hal yang perlu mendapat perhatian yaitu menjaga keamanan perairan (laut, danau dan sungai), dan menjaga keselamatan transportasi perairan. Berbicara terkait keselamatan operasi perairan menyangkut dua hal, yang pertama terkait keselamatan pengoperasian kapal – kapal polair dan keselamatan pengperasian kapal – kapal umum, baik kapal barang maupun kapal penumpang.

Pada kesempatan ini Komisioner Kompolnas RI Dede Farhan Aulawi memberikan pandangannya terkait hal ini ketika diwawancarai oleh beberapa awak media, Senin (20/1) di Jakarta. Dede mengatakan bahwa salah satu peraturan yang penting untuk diperhatikan dalam pengoperasian kapal – kapal di perairan adalah Konvensi Internasional IMO yang berkaitan dengan standar-standar Pelatihan, Sertifikasi, dan Penjagaan untuk Pelaut (STCW) 1978 tentang standar minimum kompetensi untuk pelaut. Pada tahun 1997, IMO mengadopsi resolusi yang menetapkan visi, prinsip dan tujuan untuk elemen manusia. Elemen manusia adalah masalah multi-dimensi yang kompleks yang mempengaruhi keselamatan, keamanan, dan perlindungan lingkungan laut yang melibatkan seluruh spektrum aktivitas manusia yang dilakukan oleh awak kapal, manajemen berbasis pantai, badan pengatur, dan lain-lain. Ujar Dede.

Kemudian Dede juga menambahkan bahwa istilah Elemen Manusia dalam Pelayaran, sama dengan istilah faktor Manusia dalam penerbangan. Pada tahun 1989, IMO mengadopsi Pedoman manajemen untuk operasi yang aman dari kapal dan untuk pencegahan polusi. Hal ini menjadi cikal bakal dari apa yang disebut Kode Manajemen Keselamatan Internasional (ISM) yang dibuat wajib melalui Konvensi Internasional untuk Keselamatan Jiwa di Laut, 1974 ( SOLAS). Kode ISM dimaksudkan untuk meningkatkan keselamatan pelayaran internasional dan mengurangi polusi dari kapal dengan berdampak pada cara kapal dikelola dan dioperasikan. ISM Code menetapkan standar internasional untuk manajemen dan pengoperasian kapal yang aman dan untuk penerapan sistem manajemen keselamatan (SMS). Dimana dimensi pokoknya ingin mewujudkan safety culture. Urai Dede.

Pada tahun 1995 Majelis IMO mengadopsi Pedoman tentang implementasi Kode Manajemen Keselamatan Internasional (ISM) dengan resolusi A.788 (19). Pedoman ini direvisi dan diadopsi sebagai resolusi A.913 (22) pada tahun 2001. Pedoman ini kemudian direvisi dan diadopsi sebagai resolusi A.1022 (26) pada tahun 2009 dan mulai berlaku pada 1 Juli 2010. Hal ini diharapkan dapat membawa manfaat untuk meningkatkan standar keselamatan dalam pengoperasian kapal. Konvensi mengenai standar keselamatan bagi awak kapal dan/atau penumpang kapal wajib secara internasional mulai berlaku pada tanggal 29 September 2012. Oleh karena itu meski ketentuan – ketentuan ini berkaitan dengan standar keselamatan pengoperasian kapal sipil, namun dalam praktiknya banyak diadopsi juga oleh kapal – kapal militer maupun kepolisian karena beranjak dari konsep sederhana bahwa keselamatan merupakan kebutuhan setiap orang dan tidak dibedakan oleh jenis serta operatornya. Demikian ungkap Dede menutup perbincangan sore.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan