LINGKAR INDONESIA (Jakarta) – Sepanjang tahun 2022, perekonomian nasional maupun global dihimpit resiko krisis oleh sebab efek pandemi covid-19 dan perang Rusia vs Ukraina. Maka, semua negara, termasuk Indonesia berupaya menyusun beberapa exit strategy dari potensi krisis.

Data IMF menyebutkan, setidaknya  ada 40 negara yang perekonomiannya dipastikan akan mengalami resesi. Krisis keuangan ini akan berlanjut ke krisis pangan, krisis energi, hingga krisis sosial

Untuk mencegah terjadinya krisis sosial karena melonjaknya harga energi di tingkat global, Pemerintah Indonesia meningkatkan anggaran subsidi energi hingga Rp.502 triliun. Hal itu sebagai kompensasi tidak dinaikkannya harga subsidi, terutama BBM dan LPG.

Terkait hal itu, DPR mendorong agar subsidi energi dari bersifat terbuka menjadi bersifat tertutup.“Cara memvalidasikan data penerima subsidi terlebih dahulu agar tepat sasaran,” ujar Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Maman Abdurrahman.

Strategi selanjutnya adalah dengan melakukan penghematan anggaran di seluruh kementerian/lembaga hingga Rp24,5 triliun untuk anggaran yang tidak prioritas.

Menkeu Sri Mulyani menegaskan cadangan tambahan anggaran ini untuk meredam gejolak ekonomi global akibat kenaikan harga pangan dan energi. Pencadangan anggaran ini diupayakan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi nasional yang telah dicapai positif pada kuartal I 2022 tersebut.

Strategi terakhir adalah DPR bersama pemerintah terus mendorong agar inklusi keuangan melalui pengintegrasian data kependudukan melalui Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan data perpajakan melalui Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) segera direalisasikan, khususnya bagi warga yang sudah memiliki penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Anggota Komisi XI DPR RI Marinus Gea menjelaskan dengan adanya pengintegrasian data tersebut sekaligus akan melihat seberapa besar ketimpangan ekonomi masyarakat Indonesia, sehingga pemerintah akan lebih mudah menyalurkan subsidi bantuan bagi masyarakat miskin dan penindakan hukum bagi para wajib pajak yang selama ini ‘ngemplang’ pajak.

“Karena tentunya dengan penggunaan NIK ini, maka seluruh kegiatan aktivitas yang terkait dengan transaksi wajib pajak warga negara bisa terdeteksi dengan baik. Ini tinggal disinkronisasi saja,” imbuh Marinus.

Seperti diketahui, Pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional sampai akhir tahun 2022 berada pada angka 5,2 persen secara tahunan (year on year). Sedangkan pada tahun 2023, pemerintah memperkirakan perekonomian nasional tumbuh di angka 5,3 persen.

“Di tahun 2023 forecast-nya di angka 5,3 persen sesuai APBN. Berbagai lembaga dunia baik itu OECD, IMF, World Bank, ADB, itu memproyeksikan pertumbuhan ekonomi kita antara 4,7 sampai 5,1 persen di tahun depan,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam keterangannya di Kantor Presiden selepas mengikuti sidang kabinet paripurna yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa (06/12/2022).

Airlangga juga menjelaskan bahwa inflasi diperkirakan terkendali hingga akhir tahun. Setelah sebelumnya berada pada angka 5,9 persen, 5,72 persen, dan 5,42 persen, Airlangga memperkirakan sampai akhir tahun angka inflasi berada pada kisaran 5,34-5,5 persen.

Terkait ketahanan energi, Airlangga menyampaikan bahwa Presiden Joko Widodo memberikan arahan agar tahun depan dibuatkan mekanisme perencanaan implementasi B35 atau biodiesel 35 persen. Dengan implementasi B35 tersebut diharapkan akan mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan bakar minyak.

Dari segi pangan, Presiden Jokowi meminta agar cadangan pangan nasional diperhatikan dan ditingkatkan untuk berbagai komoditas, baik itu beras, jagung, kedelai, bawang merah, bawang putih, cabai, daging sapi, ayam ras, telur, gula konsumsi, minyak goreng, dan juga cabai rawit. Pemerintah juga akan menyiapkan mekanisme pembiayaan bagi Bulog maupun RSI atau ID Food melalui Kementerian Keuangan.

“Pemerintah sudah mempersiapkan melalui Menteri Keuangan di mana nilai pinjaman baik itu untuk Bulog maupun ID Food itu dengan rate tertentu yang lebih rendah daripada rate pasar. Ini mekanismenya juga sedang disiapkan oleh pemerintah,” jelasnya.

Terkait investasi,kata Airlangga,  Presiden Joko Widodo meminta jajarannya agar mempercepat izin-izin investasi. Menurut Airlangga, pemerintah saat ini telah memiliki potensi investasi yang besar hingga mendekati 30 miliar dolar AS.

“Bapak Presiden menginginkan agar perizinan terkait perizinan industri, perizinan konstruksi, perizinan amdal, itu diberikan dalam waktu yang relatif singkat,” lanjutnya.

Terkait pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik hingga industri otomotif berbasis listrik, Airlangga menyebut bahwa pemerintah akan menyiapkan insentif untuk memastikan investasinya masuk. Pemerintah meyakini bahwa ekosistem tersebut nantinya akan menjadi andalan ekonomi nasional.

“Oleh karena itu, terkait dengan ekosistem ini diminta untuk mendalami berbagai komoditas baik itu bauksit, alumunium, maupun nikel beserta integrasi ekosistemnya dalam bentuk EV baterai yang tentu membutuhkan nikel, kobalt, mangan, dan komoditas lainnya,” tandasnya.

Kondisi masih akan Bergolak

Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan bahwa risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi global pada 2023 perlu terus diantisipasi.

“Memang kondisi global tahun ini dan tahun depan masih terus bergejolak, kita tidak tahu kapan selesainya perang Rusia dan Ukraina, ditambah sekarang perang dagang Amerika Serikat dan China memanas, ketegangan geopolitik di Taiwan, dan China juga akan memperpanjang kebijakan lockdown 2 kuartal ke depan,” katanya dalam rapat kerja bersama dengan Komisi XI DPR RI, Senin (21/11/2022).

Perry mengatakan, tingginya inflasi di dunia akibat krisis pangan dan energi juga semakin mendorong kebijakan moneter yang agresif, terutama pada kenaikan suku bunga acuan global. Dia memperkirakan, ekonomi global pada 2023 masih berpotensi melambat dengan pertumbuhan sebesar 2 persen, yang awalnya diperkirakan bisa mencapai 2,6 persen.

“Secara keseluruhan ekonomi dunia yang tahun ini semula 3 persen akan turun ke 2,6 persen, bahkan ada risiko turun lagi ke 2 persen, terutama di Amerika Serikat dan Eropa,” katanya.

Dia menambahkan, probabilitas resesi di AS saat ini pun telah mencapai 60 persen. Kemungkinan resesi tinggi juga akan terjadi di Eropa. Lebih lanjut, kenaikan suku bunga, terutama oleh negara maju, diperkirakan akan berlangsung lebih lama. Hal ini semakin mempengaruhi perlambatan laju ekonomi dunia.

“Inilah kenapa sering disebut risiko stagflasi, pertumbuhan stagnan, menurun, bahkan inflasi tinggi,” kata Perry.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2022 konsisten naik di tengah bayang resesi. Pada kuartal III/2022 roda ekonomi melesat 5,72 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).  Secara kuartalan, triwulan ketiga lebih tinggi 1,81 persen dan secara kumulatif atau sepanjang Januari–September 2022, ekonomi Indonesia tumbuh 5,4 persen yoy.

“Pertumbuhan ekonomi tahunan meningkat secara persisten selama empat kuartal berturut-turut dengan tumbuh di atas 5 persen sejak Q4/2021,” kata Kepala Badan Pusat Statistik Margo Yuwono dalam konferensi pers, Senin (7/11/2022).

Margo mengatakan capaian selama empat kuartal terakhir menunjukan posisi Indonesia yang terbilang kuat di tengah kondisi perekonomian global. Sebagaimana diketahui, inflasi, resesi, hingga krisis energi telah menyengat sejumlah negara.  Secara berurutan, pada kuartal IV/2022 ekonomi Indonesia tumbuh 5,02 persen yoy. Kemudian pada kuartal I/2022 naik 5,01 persen dan kuartal selanjutnya 5,44 persen yoy

Antisipasi Tahun 2023

Untuk mengantisiasi berbagai kemungkinan yang bakal terjadi di bidang perekonomian  di Tahun 2023, Pemerintah bersama DPR telah menetapkan beberapa indikator ekonomi yang menjadi patokan dalam Kerangka Ekonomi Makro Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) APBN 2023. Dari beberapa indikator tersebut terlihat bahwa adanya optimisme untuk melihat kepastian bahwa kondisi global dan ekonomi Indonesia akan membaik pada 2023.

Sebut saja, misalnya, pertumbuhan ekonomi dipatok pada kisaran 5,3-5,9 persen, inflasi di angka 2,0-4,0 persen. Juga tingkat pengangguran terbuka di angka 5,3-6,0 persen, tingkat kemiskinan di angka 7,5-8,5 persen hingga rasio gini di angka 0,375- 0,378. Angka-angka tersebut dicapai berdasarkan hasil pembahasan dua Panitia Kerja di Komisi XI bersama pemerintah, yaitu Panja Penerimaan Negara, dan Panja Pertumbuhan dan Pembangunan.

“Ada tiga panja yang kami gelar di Komisi XI, yaitu terkait panja penerimaan, panja pertumbuhan dan pembangunan, dan panja transfer daerah. Dua panja sudah selesai, dan ini menjadi dasar Komisi XI untuk memutuskan terkait pertumbuhan ekonomi yang diajukan pemerintah,” ujar Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan.

Meskipun demikian, indikato-rindikator tersebut juga tidak salah jika disebut dengan tidak realistis. Namun, menurut pria yang akrab disapa Hergun itu menilai di tengah segala hambatan eksternal maupun internal, Komisi XI ingin memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk melakukan yang terbaik dengan segala dinamika yang akan dihadapi olehnya.

Situasi Ekonomi Global

Situasi global yang perlu diwaspadai adalah potensi berakhirnya era ledakan komoditas bahan mentah yang diekspor ke luar negeri (commodity booming) pada akhir 2023. Situasi ini dipengaruhi karena potensi pelemahan ekonomi dunia dan ancaman stagflasi. Stagflasi adalah kondisi ekonomi yang ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi yang melemah dan angka pengangguran yang tinggi. Kondisi ini biasanya diikuti dengan kenaikan harga-harga atau inflasi.

Sepanjang masa pandemi 2020-2022, Indonesia mengalami ‘berkah’ komoditas. Hal itu karena ekspor komoditas dari Indonesia ke beberapa negara mengalami lonjakan harga, di saat tingginya permintaan dan stok dunia yang terbatas. Hal ini ditunjukkan dengan Ekspor Indonesia pada Januari 2022 menunjukkan pertumbuhan sebesar 25,31 persen (yoy). Sehingga, ekspor Januari 2022 menjadi sebesar 19,16 miliar dollar Amerika Serikat (AS).

Secara teori, pertumbuhan ekonomi pada dasarnya ditunjang oleh tiga hal, yaitu konsumsi rumah tangga, ekspor/impor, pengeluaran pemerintah, dan investasi. Jika situasi ekspor komoditas kembali dalam situasi normal dan beberapa negara masuk ke dalam resesi, otomatis demand akan menurun. Dampaknya, inflasi dalam negeri akan naik karena uang yang beredar tidak mampu membeli komoditas yang berlimpah tersebut.

Seba itu, Pemerintah perlu memberikan langkah-langkah lain yang menjadi prioritas untuk masyarakat, seperti bantuan perlindungan sosial yang bisa kerek daya beli masyarakat.

Selain itu rencana The Fed yang akan menaikkan suku bunga (fed fund rate) yang diperkirakan hingga tujuh kali pada 2022. Hal itu dalam rangka antisipasi kenaikan inflasi tertinggi dalam 40 tahun terakhir yang telah menyentuh 7,9 persen (yoy) per Maret 2022. Bahkan, pada pekan ketiga Juni 2022, The Fed kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin.

Naiknya fed fund rate itu berdampak signifikan terhadap kondisi perekonomian nasional. Sebab, dapat memicu keluarnya modal asing di pasar surat utang karena spread antara yield SBN dan yield treasury di tenor yang sama semakin menyempit. Sehingga, investor asing cenderung mengalihkan dana ke negara maju, memicu capital outflow di pasar negara berkembang (emerging market).

Karena itu, di tengah kondisi ekspor di 2023 yang tidak menentu, pemerintah harus bisa menjaga iklim investasi di Indonesia agar tetap kondusif. Sehingga, tidak mudah terjadi capital outflow.

Hal lainnya, kondisi perang Rusia versus Ukraina yang tanpa kepastian kapan berakhir. Perang yang telah berlangsung sejak Februari 2022 itu berpengaruh terhadap perekonomian global, tak terkecuali Indonesia. Pertumbuhan ekonomi global yang seharusnya dapat tumbuh pasca pandemi menjadi tertahan karena adanya kenaikan harga komoditas, khususnya minyak bumi dan hasil olahan industri pertambahan. (mam).

 

Bagikan:

Tinggalkan Balasan