LINGKAR INDONESIA (Jakarta) – Sepertinya, inilah satu-satunya kepala negara yang berani menantang Israel secara terbuka. Ia tak lain adalah Raja Yordania Abdullah II.

Raja Abdullah II menjadi sorotan seluruh dunia usai menyerukan siap angkat senjata jika Israel mengubah status Masjid Al-Aqsa di Yerusalem.

Pernyataan agresif itu diutarakan Raja Abdullah II saat membahas sejumlah pihak di Israel memiliki niat mengubah status Yordania selama ini sebagai pelindung sah situs suci di Yerusalem, termasuk Masjid Al-Aqsa. Ia memperingatkan Yordania punya batas kesabaran merespons niat Israel itu.

“Jika orang ingin terlibat konflik dengan kami, kami cukup siap. Jika orang ingin mendorong batasan itu, maka kami akan menghadapinya,” kata Raja Abdullah II dalam wawancara khusus dengan CNN beberapa waktu lalu.

Seruan Abdullah II muncul saat Israel memiliki pemerintahan baru di bawah pimpinan Benjamin Netanyahu. Pemerintahan Netanyahu disebut-sebut menjadi rezim paling berhaluan kanan dalam sejarah Israel.

Hal itu membuat sejumlah pihak khawatir eskalasi konflik Israel-Palestina akan meningkat lantaran Netanyahu dikenal sebagai pemimpin yang anti-Palestina.

Lalu siapakah sesungguhnya Raja Abdullah II?. Ia ditunjuk sebagai pewaris baru mahkota kerajaan Yordania oleh Hussein bin Talal pada Januari 1999.

Raja Abdullah II adalah anggota dinasti Hasyim yang diyakini Umat Muslim sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad, dan Raja Abdullah II merupakan keturunan ke-43 Nabi Muhammad.

Raja Abdullah II dinobatkan menjadi raja pada 9 Juni 1999. Momen ini berlangsung lima bulan usai sang ayah meninggal, tepatnya pada Februari di tahun yang sama.

Raja Abdullah II merupakan salah satu tokoh penting dalam perjanjian damai Arab-Israel. Ia terus menunjukkan komitmennya dengan berpartisipasi dalam negosiasi solusi dua negara, termasuk bertemu pemimpin Israel dan Palestina. Ia juga mendesak dunia untuk memperhatikan masalah ini.

Imbas ketegangan Israel dan Palestina pada akhir 2010-an, hubungan Yordania dengan Israel memburuk. Raja Abdullah II lalu menghadapi tekanan untuk mengevaluasi kembali hubungan kedua negara.

Selama memimpin, Raja Abdullah II juga mengawasi peningkatan dan modernisasi angkatan bersenjata Yordania. Tindakan ini berguna untuk menghadapi berbagai ancaman keamanan terutama pemberontakan di Irak dan Perang Saudara Suriah.

Di bawah pimpinan Raja Abdullah II, Yordania juga memiliki kerja sama yang erat dengan Amerika Serikat.

Pada 2014, Amman bergabung dengan operasi militer AS melawan ISIS di Irak dan Al- Qaeda. Mereka juga mengizinkan pasukan AS mempertahankan pangkalan militer di Yordania usai invasi AS di Irak. (mam)

 

Bagikan:

Tinggalkan Balasan