MLI – Menindaklanjuti kasus OTT Oknum Pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat pada 30 Maret lalu oleh team gabungan dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi dan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat disalah satu penginapan diwilayah Kabupaten Bekasi.

Pada keterangan pers tertulis melalui Humas Penerangan Kajati Jabar mengatakan bahwa telah di amankan dua oknum Pegawai BPK Provinsi Jawa Barat, Kajati Jabar mengatakan OTT ini karena adanya aduan atau laporan Dinas Kesehatan adanya dugaan pemerasan yang dilakukan dua oknum Pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi dengan barang bukti sejumlah uang sebesar Rp 350 juta

Saat dikonfirmasi, Dodi Gajali Emil SH, Kepala Seksi Penerangan Hukum pada Kajati Jawa Barat (2/4) melalui WA mengutarakan satu orang berinisial AMR di tetapkan sebagai tersangka (TSK) dan di kenakan Pasal 12 e dan Pasal 11 UU Tipikor, sedangkan oknum Pegawai BPK Perwakilan Jabar yang berinisial HF diserahkan ke BPK Perwakilan Provinsi Jawa Barat.

Kepada wartawan Dodi Gazali Emil saat dikonfirmasi ulang jawabannya malah sama dengan jawaban konfirmasi awak media pada 2 April (sebulan yang lalu). Menurutnya, Perkara sudah penyidikan dengan 1 TSK, belum ada TSK baru dan pemeriksaan masih berlangsung dalam Penyidikan, terkait status Pegawai BPK yang dikembalikan silahkan ditanyakan kepada BPK. “Penyidikan masih berlangsung jadi masih diperiksa seluruh saksi dan TSK,” jawabnya

Sementara, Subagian Humas dan TU BPK Provinsi Jabar dalam keterangan tertulisnya (1/4) mengatakan, Atas pemeriksaan awal di lakukan tim penyidik Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, BPK Perwakilan Provinsi Jawa Barat tetap berkomitmen untuk terus mendukung dan mengikuti proses hukum yang berlansung.

“Atas HF yang tidak di temukan cukup bukti dan di kembalikan ke BPK akan dilakukan pembinaan lebih lanjut dari BPK melalui Majelis Kehormatan Kode Etik BPK. BPK Perwakilan Provinso Jawa Barat siap memberikan keterangan maupun dukungan lainnya apa bila diminta dalam perkembangan proses penyidikan lebih lanjut,” jelasnya.

Terpisah, Ketua Umum Komite Masyarakat Peduli Indonesia (KOMPI), Ergart Bustomy saat diminta tanggapannya mengatakan bahwa pihaknya meminta dan sekaligus mendorong kepada APH dalam hal ini Kejaksaan agar dalam penanganan persoalan tersebut segera diselesaikan secepatnya.

“Begitu juga kalau emang ada temuan baru harus segera diproses, sebab persoalan dugaan pemerasan oleh oknum BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) itu jelas sangat memalukan dan ini akan menjadi preseden buruk bagi lembaga audit keuangan negara/daerah,” ujar Ergart, Kamis (12/5/2022).

Kami berharap, lanjut Ergart, dari dugaan pemerasan tersebut bisa terus dikembangkan, agar lebih terang benderang. Kok ada pemerasan terus yang diperas siapa, kenapa diperas?

“Ini adalah pertanyaan kami, supaya dalam persoalan tersebut bisa transparan, agar masyarakat juga bisa mengetahuinya,” tutup Ergart.

Dilain sisi, Pendiri LSM Sarana Indonesia Akar Peduli (SIAP), Bram Ananthaku saat diminta tanggapannya mengatakan bahwa RSUD Cabang Bungin dan 17 Puskesmas yang di audit oleh 2 oknum Pegawai BPK perwakilan Provinsi Jawa Barat itu adalah bukti dari kinerja audit yang ceroboh pada tugas semestinya.

“Operasi Tangkap Tangan yang terjadi adalah bentuk dari transaksional dalam pencapaian win win solution pada tingkat ketidak wajaran etika mestinya dikembangkan dan menjaring oknum yang terlibat baik ditubuh RSUD Cabangbungin ataupun 17 Puskesmas tersebut, bukan tidak mungkin hal ini berlaku di dinas lain nya dengan cara dan metode yang sama,” ujarnya.

Dilain sisi, Praktisi Hukum yang juga Penasehat Ruang Jurnalis Nusantara (RJN), Dicky Ardi, SH, MH saat diminta tanggapannya mengatakan, terkait OTT Pegawai BPK perwakilan Provinsi Jabar yang terjadi 2 kali berturut-turut merupakan tamparan keras wajah BPK RI, dengan tupoksi yang sangat Vital, sangat rentan terjerat pemerasan, suap dan/atau Gratifikasi oleh dan/atau dari Pihak-Pihak yang berkepentingan.

“Dengan kejadian tersebut, secara moral Ketua BPK RI dan Ketua BPK perwakilan Provinsi Jawa Barat bertanggung jawab atas perilaku anak buahnya, jadi tidak boleh menutup-nutupi Informasi terkait Perkara OTT tersebut kepada awak media dan masyarakat luas. Jawaban Humas Kejati Jawa Barat atas Pertanyaan dari media yang tergabung pada Ruang Jurnalis Nusantara merupakan sebuah jawaban yang normatif tanpa memberikan penjelasan yang terperinci, terlebih lagi Jawaban Humas BPK, sama sekali tidak mencerminkan jawaban sebuah badan publik yang memiliki pertanggungjawaban moral kepada masyarakat luas.
Pertanyaan saya kepada BPK Provinsi Jabar, bagaimana bentuk pembinaan dan Pengawasan Internal yang dilakukan kepada 1 orang yang dikembalikan oleh Kejati Jabar atas kasus OTT di Kab. Bekasi?
Ini seperti wilayah buram yang informasinya sulit ditembus,” tegas Dicky Ardi.

Masih menurut Dicky Ardi, Kejati Jabar Terkesan lambat dalam penanganan kasus OTT di Kab. Bekasi, sampai saat ini sudah sebulan lebih penyidikan, Kejari baru menetapkan 1 orang sebagai Tersangka, sedangkan 1 orang lagi yang dikembalikan ke BPK untuk dibina, seolah belum tersentuh Hukum. Padahal, minimal dapat dijerat dengan pasal Turut Serta sebagaimana diatur dalam KUHP.

“Baik BPK RI dan Kejaksaan Agung sebaiknya mengambil langkah-langkah tegas dan terukur terkait persoalan ini, agar mengevaluasi kinerja bawahannya yang terkesan lambat dalam penanganan perkara yang menjadi perhatian publik. Terlebih lagi terhadap penanganan 1 orang yang dikembalikan ke BPK Provinsi Jabar ini, mengapa dikembalikan? dan mengapa tidak segera ditetapkan sebagai tersangka? padahal kan secara bersamaan terkena OTT. Ini yang sangat menjadi perhatian dan pertanyaan besar bagi media dan masyarakat luas” papar Dicky dengan nada tegas seraya mengakhiri.(YD)

Bagikan:

Tinggalkan Balasan