MEDIA LINGKAR INDONESIA – “ Prawita GENPPARI selalu optimis memandang masa depan bangsa dengan keragaman seni budaya dan adat yang ada di bumi nusantara ini. Sejarah dan warisan kerajaan, kesultanan serta masyarakat adat yang tersebar di seluruh tanah air hakikatnya mencerminkan keluhuran budaya masa lalu yang perlu dijaga dan dilestarikan agar dikenal oleh generasi muda masa kini dan masa yang akan datang “, demikian dikatakan oleh Ketum DPP Prawita GENPPARI Dede Farhan Aulawi yang ditemui di sela – sela kunjungannya ke Kampung Adat Cireundeu Kota Cimahi Jawa Barat, Sabtu (19/6).

Prawita GENPPARI memang fokus dalam pengembangan kepariwisataan Indonesia dengan seluruh atribut pendukungnya, baik kekayaan seni budaya dan adat masyarakatnya, produk – produk UMKM sebagai ciri produk masyarakat daerah, serta kelestarian lingkungan untuk menjaga kesinambungan wisata yang berwawasan lingkungan (ecotourism).

“ Itulah salah satu yang tercermin dari kampung adat Cireundeu yang kaya dengan kearifan lokalnya dalam menjaga kelestarian hutan, misalnya hutan larangan yang tetap terjaga baik. Meskipun lokasi kampung Cireundeu ini berada di Kota Cimahi, tetapi saat kita mengunjunginya seolah – olah kita merasa nun jauh di tengah perkampungan desa. Inilah keteladanan yang dimiliki masyarakatnya dalam menjaga kelestarian hutan dan lingkungan “, tambah Dede.

“ Warga Kampung Adat Cireundeu menjadikan singkong sebagai makanan pokok, dan kebiasaan ini sudah berlangsung sejak puluhan tahun silam. Dengan makan singkong, warga tidak bergantung pada beras. Di saat harga beras terus naik, singkong harganya tetap lebih murah, apalagi jika ditanam sendiri. Budaya masyarakat ini tentu sejalan dan menunjang program Ketahanan Pangan Nasional dengan diversifikasi produk pangannya. Selain menanam singkong, warga juga menanam jagung, kacang merah dan umbi-umbian. Tanaman tersebut dilakukan secara tumpang sari “, ujar Kang Jajat sebagai pendamping yang menyambut kedatangan Tim DPP Prawita GENPPARI.

Kampung Adat Cireundeu memang bukan tipe perkampungan yang menampakkan suasana tradisional. Ruas jalan di perkampungan ini sudah disemen, bahkan hampir semua bangunan yang ada adalah bangunan permanen. Mereka tidak menutup diri terhadap perkembangan zaman. Itu terlihat dari penggunaan teknologi di kalangan masyarakatnya. Berbagai peralatan elektronik mereka pakai tak bedanya dengan masyarakat perkotaan. Namun masyarakat adat Cireundeu sangat patuh untuk menjaga hutan sakral dalam kehidupan sehari-hari. Sampai sekarang masyarakat adat Cireundeu tidak pernah mengganggu dan merusak kelestarian hutan larangan sehingga kelestarian dan keutuhan hutan yang disakralkan itu tetap terpelihara dengan baik.

Soal kebutuhan air, warga adat di kampung ini mendapatkanya dari mata air di lereng Gunung Gajahlangu yang bernama mata air Caringin. Disamping itu ada juga mata air Nyi Mas Ende. Wanita yang sedang datang bulan dilarang mendekat ke lokasi mata air ini guna menjaga kesucian lokasi mata air yang menurut kepercayaan warga setempat adalah kabuyutan atau sesuatu yang sangat dihormati. Baik Caringin maupun Nyi Mas Ende berada di wilayah kabuyutan atau wilayah larangan. Untuk itu, kedua mata air itu tidak boleh diganggu.

Mata air Nyi Mas Ende ini tidak hanya digunakan oleh warga adat saja, karena umat Hindu yang tinggal di Cimahi maupun Bandung juga memandang bahwa mata air tersebut sebagai mata air yang dianggap suci. Itulah sebabnya di setiap perayaan Melasti atau ritual membersihkan diri dari hal-hal negatif, mereka akan memilih pancuran Nyi Mas Ende sebagai tempat pelaksanaan penyucian diri.

“ Disamping yang diuraikan tadi, ada lagi yang menarik terkait dengan kegiatan sebagian ibu – ibu di kampung adat ini. Mereka begitu kreatif dalam membuat aneka produk kuliner yang berbahan baku utama dari singkong. Tidak hanya singkongnya, bahkan kulit singkongnya pun bisa diolah lagi menjadi dendeng dengan rasa dendeng ayam dan dendeng ikan. Aneka produk yang merupakan ciiri khas sekaligus oleh – oleh kunjungan ke kampung adat ini bisa dibeli di salah satu tempat sebagai sentra makanan khas “, pungkas Dede.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan