Oleh : Imam Trikarsohadi
Pada saat tulisan ini dibuat, saya sedang berada di Posko Kontingen Kota Bekasi di Subang, Jawa Barat. Ada 16 cabang olahraga yang dipertandingkan di daerah mojang ini dalam rangka Porprov XIV Jawa Barat 2022.
Sebagai salah satu pengurus KONI Kota Bekasi yang ditugaskan menjembatani aneka macam informasi semua pihak yang terlibat, plus mencari informasi yang diperlukan bagi kejayaan kontingen, tentu saya harus menceburkan diri dalam hilir mudik arus kebijakan, pelaksanaan, evaluasi, dan re-planning agar asa tetap terjaga.
Apa boleh buat, mengaplikasikan aspek manajerial dalam ajang sebesar Porprov tidak bisa sim salabim. Dalam proses perjalannya ada begitu banyak aspek yang mesti diperhatikan dan dipastikan, termasuk kemungkinan munculnya human error.
Itulah bukti bahwa olahraga telah diapresiasi sedemikian tinggi sebagai media untuk menunjukkan hegemoni, sehingga untuk menyelenggarakan, atau melahir dan menciptakan para pelakunya, diperlukan berbagai pendekatan disiplin ilmu, baik itu pendekatan interdisiplin (ilmu psikologi, sosiologi, anatomi, fisiologi dan sebagainya), dan cross-disiplin (ilmu motor learning, psikologi olaharaga, sosiologi olahraga dan sebagainya).
Belum juga terlalu lama berada di Posko Kontingen Kota Bekasi, oleh sebab dinamika internal, situasi menyeluruh saat pertandingan berlangsung maupun apa yang direncanakan dan disistemkan sebelum gelaran berlangsung, saya merasa pendekatan sosialogi sangat diperlukan.
Sebab apa? Jawabnya dinamika yang terjadi dalam ajang olahraga setingkat porprov ternyata semakin merekatkan keterkaitan institusi olahraga dengan institusi masyarakat, sehingga “kupasan” sosiologis sangat urgen digunakan untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang ada, sehingga permasalahan yang muncul dapat segera diidentifikasi dan dicarikan alternatif pemecahannya.
Alasannya, karena ajang porprov terbukti tidak bisa dipisahkan dengan beberapa aspek kehidupan seperti politik, ekonomi, hiburan, sarana dan prasarana, validasi atlet dan beberapa aspek lainnya.
Berbag aspek ini saling berkaitan antara satu dengan lainnya dan saling mempengaruhi. Sebab itu, dalam setiap penyelenggaraan Porprov selalu terjadi perubahan-perubahan, baik dalam hal penyelenggaraan atau dalam cabang olahraga yang dipertandingkan, dan aspek tuan rumah cukup berperan dalam hal tersebut.
Akan halnya aspek ekonomi, tak dapat dipungkiri, terdapat hubungan yang signifikan antara ajang olahraga porprov dan sosial ekonomi. Fenomena keterkaitan ini mulai dari pedagang kaki lima yang menjajakan dagangannya pada saat pertandingan berlangsung sampai pada perusahaan besar yang ingin mempopulerkan produk maupun usahanya melalui olahraga.
Melalui tahap-tahap perkembangan, para atlet amatir yang berlaga di Porprov, sebagian diantaranya kelak akan yang menjadi atlet profesional. Kondisi semacam ini secara ekonomi membuka peluang lapangan kerja bagi warga Makin banyak atlet profesional suatu daerah, maka daerah tersebut makin dikenal secara nasional, dan pada akhirnya dikenal pula oleh bangsa lain. Dari segi ekonomi akan meningkatkan harkat dan martabat sang atelt maupun daerah asalnya dan/ atau yang dibelanya.
Dampak positif olahraga dari segi ekonomi memang dapat dirasakan, baik bagi atlet sebagai pelaku primer maupun orang lain yang berhubungan secara tidak langsung. Artinya, ditinjau dari segi ekonomi olahraga dapat mendatangkan keuntungan materi, baik pelaku primer maupun sekunder .
Dengan demikian, pesta olahraga porprov, tidak bisa lagi dilakukan di lapangan yang sederhana, peralatan seadanya, uang saku yang sederhan maupun penginapan atlet yang sederhana dan lain sebagainya secara sederhana. Semua memerlukan keuangan dalam jumlah yang besar hingga miliaran rupiah, dan bagi daerah yang menjadi tuan rumah pun – even semacam Porprov dapat menghasilkan keuangan yang besar, karena roda perekonomian daerah bersangkutan akan melonjak signifikan.
Selain itu, seiring dengan kemajuan peradaban manusia sebagai pengguna alat (homo faber), pesta olahraga porprov tentu memerlukan saran dan prasarana pertandingan yang memadai dan berkualitas; venue-venue dan stadion yang sesuai standar nasional, alat mengukur hasil perlombaan menggunakan produk-produk elektronik yang canggih, dan sebagainya.
Ketersediaan sarana dan prasarana yang sesuai standar nasional, dapat berarti sama dengan memanusiakan atlet. Atlet berlari di lintasan yang baik, pemain bola bermain di lapangan yang baik dan sebagainya. Dengan demikian akan mengurangi kemungkinan kecelakaan, dan akan tercapainya kinerja (performance) atlet yang optimal.
Dari segi kuantitas pelaku olahraga (atlet), mereka merupakan bagian kecil dari ajang olahraga setingkat porprov. Partisipan yang paling besar adalah penonton, dan dalam pesta olahraga, penonton termasuk partisipan sekunder. Mereka datang karena ingin mencari hiburan atau mensupport tim daeranya.
Oleh karena itu penonton erat hubungannya dengan nilai-nilai ekonomi, sebab para penonton akan membelanjakan uangnya di daerah yang menjadi tuan rumah dan/ atau di lokasi pertandingan.
Pada abad informasi ini, penonton porporv dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu penonton langsung dan penonton tidak langsung. Penonton langsung adalah mereka yang melihat ke tempat pertandingan diselenggarakan, sedangkan penonton tidak langsung adalah mereka yang melihat melalui media informasi, misalnya siaran langsung youtube, televisi dan media lainnya.
Kedua jenis penonton ini tentu saja mendatangkan keuntungan. Penonton langsung membelanjakan uangnya secara langsung di daerah penyelenggara, penonton tidak langsung sejatinya merupakan aset berharga bagi dunia periklanan, yang membayar pada media informasi dan media informasi membayar hak siaran kepada panitia porprov. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pesta olahraga proprov, besarnya penonton dan keuntungan keuangan. Makin tinggi kualitas atlet porprov, makin banyak penonton yang tertarik untuk melihat dan makin besar keuntungan terhimpun. (*).