Oleh : Imam Trikarsohadi
Sistem demokrasi yang produktif adalah ketika isi komunikasi elit maupun publik berupa peta tentang apa yang harus dibangun, diperbaiki, dan dioptimalkan, agar kehidupan bersama menjadi lebih sejahtera, lebih pasti dan lebih adil.
Maka, demokrasi akan terjerembab jika isi komunikasinya seolah semua baik-baik saja dan sudah sempurna. Tak kurang berbahaya pula jika komunikasinya berisi perumusan kebenaran dan mengatur akidah.
Sebab itu, aksi komunikatif politik dalam demokrasi adalah membentuk makna, bukan menyampaikan makna. Lalu siapa yang menyuarakan pembentukan makna ? jawabnya bukan hanya elit politik, tapi seluruh rakyat.
Jadi sudah saatnya, seluruh rakyat menyudahi kebiasaan bahwa yang mesti jadi komunikator politik tidak hanya disandang oleh mereka yang mempunyai nama yang besar saja. Karena komunikator juga berhak disuarakan rakyat biasa. Tentu, sesuai wilayah dan kapasitas masing-masing sebagaimana profesi dan peran di masyarakat .
Komunikasi politik adalah suatu proses penyampaian pesan-pesan politik yang berasal dari komunikator politik (source, encoder, sender, actor) sebagai pihak yang memulai dan mengarahkan suatu tindakan komunikasi. Lalu pesan-pesan tersebut ditujukan kepada khalayak (receiver, komunikan),dengan menggunakan media (channel, saluran) tertentu untuk mencapai sautu tujuan yang telah ditentukan (political oriented).
Dalam sistem politik semua komponen-komponen tersebut merupakan proses atau kegiatan komunikasi politik yang merupakan input yang menentukan output daripada sistem politik.
Terkait komponen-komponen utama dari suatu sistem komunikasi politik, posisinya berada pada lembaga-lembaga politik dalam aspek-aspek komunikasinya, institusi-institusi media dalam aspek-aspek politiknya, orientasi khalayak terhadap komunkasi politik, serta aspek-aspek budaya politik yang relevan dengan komunikasi.
Sehingga sistem komunikasi politik dapat dilihat dalam dua perspektif, yaitu perangkat institusi politik dan organisasi media yang terlibat dalam persiapan pesan bagi interaksi yang lebih horizontal satu sama lain, sedangkan dalam arah yang vertikal institusi-institusi tadi baik secara terpisah maupun bersama-sama melakukan diseminasi dan pengolahan informasi dan gagasan dari dan untuk masyarakat.
Persoalan kita saat ini, meski setiap orang boleh berkomunikasi tentang politik, namun yang melakukannya secara tetap dan berkesinambungan jumlahnya relatif sedikit. Padahal, rakyat sebagai komunikator politik ini memainkan peran sosial yang utama, terutama dalam proses opini publik.
Di Indonesia, komunikator utama dalam politik masih didominasi oleh politikus, profesional, dan aktivis. Para komunikator politik tersebut merupakan kombinasi dari beberapa unsur profesi dengan latar belakang yang berbeda. Sementara rakyat luas yang memasok para komunikator politik masih cenderung pasif, dan sebagian diantaranya berperilaku pragmatis.
Padahal, sejatinya, tujuan politik di dalam demokrasi adalah kesejahteraan dan keadilan. Proses politik disebut layak apabila memiliki fokus terhadap kesejahteraan dan keadilan. Apa sebab ? karena kesejahteraan dan keadilan merupakan hal yang esensial bagi pemenuhan kecenderungan alamiah manusia.
Menempatkan kesejahteraan dan keadilan sebagai patokan tertinggi sama dengan memandang tujuan kehidupan politik sebagai aktualisasi bakat-bakat manusia. Bagi manusia, keadilan ialah melaksanakan apa yang menjadi fungsi atau pekerjaannya sendiri sebaik-baiknya tanpa mencampuri fungsi atau pekerjaan orang lain (the practice of minding one’s own business).
Fungsi setiap pihak dalam masyarakat ialah berupa apa yang ia sendiri dapat lakukan atau sesuatu yang dapat ia laksanakan secara lebih baik daripada mengerjakan hal yang lain. Dan setiap hal yang dikerjakan mengandung kebajikan (virtue) tersendiri. Yang menjadi patokan kebaikan ialah secara alamiah sangat sesuai, yakni kebajikan setiap hal untuk melakukan aktivitas apa saja secara baik yang sesuai dengan sifatnya.
Terkait asumsi tentang adanya kesejajaran antara cara hidup atau tipe manusia dan tipe masyarakat, maka dapat dibedakan tipe manusia (jiwa manusia dan cara hidup), yaitu, akal budi (reason), semangat (spirit), dan nafsu (desire). Ketiga bagian itu mencapai puncak kegiatannya apabila setiap bagian aktif secara penuh di bawah pengarahan akal budi.
Kesejahteraan dan keadilan akan terwujud dalam masyarakat apabila setiap individu (warga negara) melakukan secara baik apa saja yang sesuai dengan kemampuan dengan cara bekerja sama secara serasi diantara ketiga komponen tersebut. ketiganya di kontrol satu dengan lainnya untuk berfungsi secara keseimbangan, sehingga dapat memancarkan suatu nilai yang disebut kebijaksanaan.
Artinya, kehidupan rakyat bisa dikatakan adil manakala setiap kelas melaksanakan fungsi dan pekerjaannya secara maksimal dan bekerja sama secara harmonis di bawah pengarahan pemimpin yang bijaksana, mengerti persoalan secara benar dan tahu mana yang baik dan buruk bagi rakyatnya.
Itulah sebenarnya tujuan kita berdemokrasi. (*).