Oleh : Imam Trikarsohadi

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan 204.807.222 pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada Pemilu 2024. Pulau Jawa tetap menjadi penyumbang pemilih terbanyak.

Rinciannya Jawa Barat dengan 35.714.901 pemilih, Jawa Timur 31.402.838 pemilih, Jawa Tengah 28.289.413 pemilih, Banten 8.842.646 pemilih, DKI Jakarta 8.252.897 pemilih, dan DI Yogyakarta 2.881.969 pemilih.

Kondisi terebut tak jauh dari Pilpres 2019 lalu, Jawa masih menjadi medan persaingan yang dominan. Tentu, seluruh parpol akan berjuang habis-habisan agar meraih suara  sebanyak-banyaknya di tiga provinsi yakni Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Hal ini terutama akan dilakukan oleh parpol pengusung capres.

Yang tak kalah urgen adalah bahwa semua partai politik mempunyai tantangan untuk meyakinkan pemilih muda untuk menerima gagasan politik. Sebab, ada begitu banyak kerumitan untuk meyakinkan kalangan  muda yang pada Pemilu 2024 punya porsi hak pilih  hingga 60 persen. Dengan kata lain, Pemilu 2024 akan menjadi era para mahasiswa dan pemilih pemula untuk memberikan suara.

Mereka bisa jadi hiruk pikuk di fase – fase propaganda dan kampanye, serta cukup mudah diajak serta di fae-fase itu, tapi belum tentu mau datang   di TPS (Tempat Pemungutan Suara) pada hari pemungutan.

Yang unik dari pemilih muda ini adalah realitas bahwa mereka punya perilaku memilih yang  tidak tunggal variabelnya. Mereka tidak memilih  hanya karena alasan tertentu. Ada begitu banyak variabel lainnya yang memperkuat alasan pemilih muda saat  memilih satu calon.

Sejatinya para pemilih muda merupakan angin segar bagi demokrasi, sebab mereka memandang calon presiden bukan hanya pada persoalan tertentu, namun mengenai apakah calon bersangkutan  kira-kira bisa memberikan sebuah jaminan bahwa Indonesia menjadi lebih baik. Jadi pemilih muda terdidik akan cenderung mencari calon yang punya integritas dan tidak korupsi.

Yang juga perlu dicermati adalah situasi Jawa Barat dan Jawa Timur yang dalam beberapa Pemilu terakhir selalu tidak ada pemenang tetap alias terus berganti. Jadi jika ingin survival, maka dinamika politik di dua provinsi ini mesti ditekuni. Kuat kemungkinan juga dinamika di Jawa Tengah yang mulai menunjukan gejala berbeda dari pemilu 2019. Selebihnya, kecil kemungkinan terjadi pergeseran besar-besaran.

Salah satu syarat utama partai politik meraih suara di Pulau Jawa adalah mengusung bakal calon presiden dan wakil presiden yang mempunyai kedekatan dengan masyarakat serta dengan melibatkan tokoh-tokoh lokal yang berpotensi menjadi daya tarik tersendiri. Sebab, selain capres-cawapres, kekuatan tokoh-tokoh lokal memang harus dipoles.

Tugas lain dari parpol pada Pemilu dan Pilpres 2024 adalah mencari cara jitu  bagaimana memobilisasi pemilih agar datang ke TPS untuk mencoblos. Sebab faktor terpenting adalah bukan kampanyenya, apalagi acara seremoni atau hiburan yang hanya riak atau hiruk pikuk, tapi bagaimana mampu memobilisasi pemilih datang ke TPS untuk mencoblos caleg dan/ atau capres. (*).

Bagikan:

Tinggalkan Balasan