“ Hari ini sampai besok ada peristiwa penting di Bali yaitu pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Archipelagic and Island States (AIS) Forum 2023 yang dihadiri puluhan negara peserta. Tema yang diangkat pada kesempatan ini adalah ‘Fostering Collaboration, Enabling Innovation, for our Ocean and Our Future’. KTT AIS Forum 2023 merupakan wadah kerja sama antarnegara pulau dan kepulauan yang bertujuan memperkuat kolaborasi mengatasi empat masalah global yakni mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, ekonomi biru, penanganan sampah plastik di laut dan tata kelola maritim. Jadi forum ini fokus pada Inisiatif sektor kemaritiman. Event ini tentu menjadi sangat penting dan strategis, baik bagi Indonesia mapun negara lainnya yang terkait. Apalagi Indonesia merupakan negara dengan belasan ribu pulaunya dan duapertiga wilayahnya merupakan perairan “, ujar Pemerhati Kemaritiman Dede Farhan Aulawi di Bandung pagi ini, Selasa (10/10).

Hal ini ia sampaikan ketika dimintai tanggapannya mengenai kegiatan KTT AIS Forum 2023 yang sedang berlangsung di Bali sampai besok. Menurutnya, memang banyak hal yang bisa dibicarakan bersama dalam forum tersebut guna melahirkan komitmen bersama terkait penanganan masalah kemaritiman untuk kepentingan seluruh umat manusia, khususnya terkait dengan inisiatif-inisiatif nyata yang terjadi di masyarakat pada negara-negara pulau dan kepulauan. Semoga forum penting ini tidak terjebak sebatas seremoni pidato para delegasi semata, tetapi hasilnya diharapkan lebih membumi dan dapat dirasakan manfaatnya bagi masa depan dunia. Mengingat pentingnya kelancaran pelaksanaan KTT AIS Forum 2023 ini, maka bisa dipahami jika desain rencana pengamanan kegiatan dilaksanakan dengan sungguh – sungguh oleh semua instansi yang terkait.

“ Setiap Pemerintah negara maupun masyarakatnya pasti akan selalu mendukung program yang baik, yang ditujukan untuk kebaikan masyarakat negara anggota maupun dunia yang lebih baik, lebih bersih, dan lebih sejahtera. Termasuk mendorong peran serta dan keterlibatan kaum muda dan startup untuk saling bersinergi dan berkolaborasi dalam memanfaatkan potensi secara berkesinambungan. Termasuk berusaha mencari solusi bersama dari masalah yang dihadapi negara pulau dan kepulauan. Tentu tidak ada yang terbaik, tapi pasti ada yang lebih baik “, tambahnya.

Selanjutnya Dede juga menjelaskan bahwa negara-negara pulau dan kepulauan punya karakter resilient dan inovatif. Artinya memiliki kapasitas untuk menyelesaikan permasalahan dengan semangat kebersamaan dan inovasi – inovasi yang komprehensif dan terintegrasi agar diketahui dan dipahami oleh setiap negara anggota sehingga bisa memanfaatkannya secara maksimal. Oleh karenanya menarik untuk menantikan hasilnya berupa Leaders Declaration di bidang Blue Economy, Marine Polution, Mitigasi terhadap Climate Change, dan Ocean Governance.

Kemudian Dede juga menambahkan bahwa mitigasi perubahan iklim melibatkan tindakan yang bertujuan mengurangi dampak negatif dari laju perubahan iklim. Sedangkan, ekonomi biru adalah upaya untuk menjaga lingkungan laut demi kemakmuran terbesar bagi masyarakat, melalui pemanfaatan sumber daya laut dengan prinsip-prinsip ekonomi biru. Termasuk penanganan sampah laut yang semakin memprihatinkan dimana ada sekitar 8 juta ton plastik masuk ke lautan Indonesia setiap tahun. Limbah plastik menyumbang 80 persen dari semua sampah laut, dari perairan permukaan hingga ke sedimen laut dalam.

Adapun, tata kelola laut yang berkelanjutan adalah pelaksanaan terpadu kebijakan, tindakan, dan urusan yang berkaitan dengan lautan negara-negara kepulauan dan pulau untuk melindungi lingkungan laut, penggunaan yang berkelanjutan dari sumber daya pesisir dan laut, serta konservasi biodiversitasnya. Oleh sebab itu, dalam sejumlah kesempatan pascadeklarasi, AIS Forum mulai menggembangkan aneka inovasi sebagai nilai-nilai dasar dalam bentuk solusi cerdas dan inovatif. Untuk itulah dalam perkembangannya, AIS Forum telah menciptakan kemitraan internasional untuk mengembangkan solusi inovatif. Inisiatif ini mengubah tantangan besar menjadi peluang untuk inovasi dan pemikiran kreatif. Misalnya, aplikasi Konversi Karbon Padang Lamun (Seagrass Carbon Converter/SCC) yang merupakan aplikasi berbasis web untuk menghitung cadangan dan penyerapan karbon di padang lamun. Lamun merupakan tanaman hijau yang tumbuh di dasar laut dangkal antara 0 -10 meter dan menjadi penyerap karbon terbaik serta menjadi pengendali perubahan iklim. Dalam tiap satu hektare padang lamun, karbon yang mampu diserap mencapai 6,59 ton per tahun.

Secara teknik, SCC bekerja dengan mengubah biomassa, kepadatan, dan persentase tutupan padang lamun menjadi stok dan penyerapan karbon. Aplikasi itu dapat membantu semua pihak terutama negara-negara pulau dan kepulauan untuk memahami potensi keseimbangan karbon biru dari ekosistem padang lamun. Kemudian ada aplikasi mobile bernama Inventaris Karbon untuk Ekosistem Padang Lamun (Carbon Inventory For Seagrass Ecosystem/CISE). Aplikasi yang dikembangkan bersama AIS Forum dan BRIN itu dirancang untuk membantu para pemangku kepentingan terkait dalam melaporkan potensi keseimbangan karbon biru dari ekosistem padang lamun. Aplikasi tersebut juga memantau tingkat karbon yang dihasilkan dari padang lamun di suatu kawasan. Pada 2021, aplikasi CISE berbasis Android dan IOS itu telah dikembangkan untuk melakukan perhitungan material substansial.

Ada juga aplikasi Indeks Kesehatan Mangrove (Mangrove Health Index/MHI) untuk mengukur kesehatan dari ekosistem mangrove. Apalagi mangrove dapat membantu menstabilkan garis pesisir pantai dan mengurangi dampak arus atau ombak besar laut bahkan tsunami dengan melambatkan aliran air dan menahan sedimen. Dengan MHI negara-negara kepulauan dibantu untuk meminimalkan dampak kenaikan permukaan laut. Masih ada lagi program Perencanaan Pencarian dan Penyelamatan Maritim dan Penerbangan (Maritime and Aviation Search and Rescue Planning) yang merupakan kolaborasi antara AIS Forum dan Badan SAR Nasional (Basarnas) dalam bentuk pelatihan. Program ini bertujuan memberikan pengetahuan teknis dan keterampilan untuk merencanakan operasi pencarian dan penyelamatan dalam kasus kecelakaan, bencana, dan kondisi yang membahayakan nyawa manusia.

Dalam pelatihan ini juga dipelajari cara menentukan lokasi yang diduga sebagai tempat musibah, area pencarian, penempatan personel dan peralatan dari Basarnas. Atau, pencarian dan penyelamatan potensial yang diperlukan, serta fasilitas dan infrastruktur pendukung di darat, laut, dan udara, serta membangun koordinasi lintas sektor dengan potensi pencarian dan penyelamatan, hingga pelaporan akhir yang direncanakan dengan baik. Solusi-solusi inovatif seperti ini tentu akan berguna untuk diterapkan pada negara-negara pulau dan kepulauan.

Lebih lanjut Dede juga menguraikan makna dari Tema KTT AIS kali ini. Blue Economy akan menjadi penggerak ekonomi negara pulau/kepulauan untuk membangun, penghidupan masyarakat yang berprinsip pada kelestarian lingkungan dan keberlanjutan. Our Ocean, Our Future menegaskan keprihatinan atas ancaman nyata perubahan iklim yang berdampak pada masa depan laut, dan masa depan penduduk negara pulau dan kepulauan di seluruh dunia. Solidarity, mengadaptasi konsep gotong royong yang menenun jalinan masyarakat sebagai negara pulau/kepulauan.

“ KTT AIS Forum 2023 di Bali ini semakin mempertegas kembali posisi Indonesia di mata Internasional yang semakin lincah dan piawai dalam memainkan perannya. Oleh karenanya wajar sekali jika banyak negara yang berkepentingan dengan Indonesia, termasuk menanamkan pengaruhnya dalam segala hal. Semoga peran strategis ini bisa bermanfaat demi kepentingan bangsa dan negara sehingga Indonesia semakin jaya dan rakyatnya semakin sejahtera “, pungkas Dede.(mli)

Bagikan:

Tinggalkan Balasan