LINGKAR INDONESIA (Jakarta) – Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011-2015 Bambang Widjojanto menilai Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang diterbitkan Presiden Joko Widodo telah melecehkan marwah Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal itu lantaran MK dalam putusan nomor: 91/PUU-XVIII/2020 meminta pemerintah memperbaiki UU Cipta Kerja yang inkonstitusional bersyarat dalam jangka waktu paling lama dua tahun hingga 25 November 2023, bukan dengan menerbitkan Perppu.
“Penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 ‘menantang’ Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 untuk tidak menyebutnya ‘mengorupsi’ hingga dapat disebut sebagai State Captured Corruption. Penerbitan Perppu juga dapat dikualifikasi sebagai suatu sikap dan perilaku yang bersifat melecehkan, menyepelekan dan mendekonstruksi muruah Mahkamah Konstitusi,” ujar BW sapaan akrabnya lewat keterangan tertulis, Senin (2/1/2023) seperti dikutip CNN.com.
BW memandang kegentingan memaksa yang salah satunya adalah dampak perang Rusia-Ukraina terhadap perekonomian Indonesia sebagaimana disampaikan pemerintah adalah alasan yang prematur. Dia menyatakan pemerintah memanipulasi argumentasi kegentingan yang memaksa tersebut sebagai syarat mengeluarkan Perppu.
Dia pun mengutip pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam acara Outlook Perekonomian Indonesia 2023 yang pada pokoknya menyatakan bahwa kondisi perekonomian Indonesia berada dalam posisi yang stabil, baik dari sisi makro ekonomi, fiskal moneter dan sektor keuangan secara umum.
Dosen Pascasarjana Universitas Djuanda ini menilai penerbitan Perppu Cipta Kerja merupakan bentuk kesewenangan pemerintah.
“Pengundangan Perppu itu justru mempertontonkan, bukan penggunaan kewenangan kekuasaan tapi justru indikasi tindak kesewenangan di mana ada kepongahan, kedegilan dan kebrutalan yang mengatasnamakan kewenangan,” tukas BW.
Ada indikasi kuat kekuasaan telah melakukan ‘subversi’ dengan cara ‘menyabotase’ pelaksanaan putusan MK melalui penerbitan Perppu,” tambahnya.
Sementara itu, Indonesia Memanggil (IM57+) Institute menyatakan konstitusi kini telah dikorupsi. Jokowi dinilai telah mengakali putusan MK yang sebelumnya menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dengan menerbitkan Perppu.
Organisasi bentukan puluhan mantan pegawai KPK yang dipecat karena disebut tak lolos asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) ini mengkhawatirkan tindakan serupa akan terulang kembali untuk aturan-aturan lainnya.
“IM57+ Institute melihat potensi berbahaya yang dapat menjadikan Indonesia menjadi negara yang Rule by Law daripada Rule of Law, sehingga kekuasaan eksekutif menggunakan kekuatan hukumnya sebagai upaya paksa untuk menghindari esensi demokrasi,” kata Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha.
Sebelumnya, Jokowi menyebut situasi Indonesia yang terlihat normal saat ini sebenarnya masih diliputi ketidakpastian global.
Menurut Jokowi dunia pun pada dasarnya kini sedang tidak baik-baik saja. Masih ada ancaman risiko ketidakpastian.
Oleh karena itu, pemerintah mencoba mengantisipasi lewat Perppu untuk memberi kepastian hukum kepada para investor dalam dan luar negeri.
“Ancaman-ancaman risiko ketidakpastian itu lah yang menyebabkan kita mengeluarkan Perppu, karena itu untuk memberikan kepastian hukum, kekosongan hukum, yang dalam persepsi para investor baik dalam maupun luar. Itu yang paling penting, karena ekonomi kita ini di 2023 akan sangat bergantung pada investasi dan ekspor,” ucap Jokowi.
MK Enggan Berkomentar
Sementara itu, Mahkamah Konstitusi (MK) enggan menanggapi polemik Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) yang baru diterbitkan Presiden Joko Widodo.
Perppu dimaksud mencabut Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang sebelumnya telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK.
“MK tidak ikut menyampaikan statement karena baik Perppu maupun UU potensial untuk diuji dan menjadi perkara di MK,” ujar Juru Bicara MK Fajar Laksono, Senin (2/1/2023).
Fajar menyatakan MK hanya menuangkan pendapat pada saat memutus suatu perkara.
“Sekiranya MK menyatakan pendapat, itu disampaikan hanya melalui pendapat hukum dalam putusan perkara dimaksud,” terang dia.
Perppu Cipta Kerja yang dikeluarkan Jokowi pada pengujung 2022 menuai kritikan tajam dari sejumlah pihak. Sebab, langkah itu tidak sesuai dengan perintah MK dalam putusan nomor 91/PUU-XVIII/2020.
Saat itu, MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dan meminta pemerintah memperbaikinya dengan melibatkan partisipasi publik secara bermakna dalam jangka waktu paling lama dua tahun hingga 25 November 2023.
Pengajar dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera Bivitri Susanti menilai Jokowi mengambil jalan pintas agar keputusan politik pro pengusaha cepat keluar lewat penerbitan Perppu Cipta Kerja.
“Ini sama saja presiden ingin mengambil jalan pintas supaya keputusan politik pro pengusaha ini cepat keluar, menghindari pembahasan politik dan kegaduhan publik,” ucap Bivitri.
“Ini langkah culas dalam demokrasi, pemerintah benar-benar membajak demokrasi,” sambungnya.
Koordinator Tim Kuasa Hukum Putusan Nomor: 91/PUU-XVIII/2020 Viktor Santoso Tandiasa menilai Jokowi telah melakukan perbuatan melawan hukum dan membangkang konstitusi karena tidak menjalankan putusan MK.
“Penerbitan Perppu No. 2 Tahun 2022 yang mencabut UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja adalah bentuk perbuatan melanggar hukum dan pembangkangan terhadap konstitusi,” kata Viktor. (mam).