MLINGKAR, Bekasi – Giat Dede Farhan Aulawi saat memenuhi undangan sebagai narasumber dalam penguatan kapasitas koperasi bagi ketua / perwakilan pengurus koperasi se-kota Bekasi. Kegiatan dilaksanakan pada hari Selasa, 15 Mei 2024 di Graha Hartika RM Wulan Sari, Bekasi Selatan.

Pada kesempatan ini dijelaskan secara detail berbagai misspersepsi yang berkembang di tengah masyarakat terkait dengan koperasi. Padahal Indonesia merupakan satu – satunya negara yang memiliki landasan konstitusi terkait dengan koperasi.

Terlebih saat ini sudah diberlakukan UU No.4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang berdampak pada koperasi. Koperasi awalnya hanya mengenal jenis koperasi primer dan sekunder. Namun, Pasal 44B UU P2SK mengenalkan koperasi sektor jasa keuangan. Mekanisme pengawasan jenis baru ini tidak dilakukan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop-UKM) tetapi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Peraturan teknis dari ketentuan baru ini memerintahkan Kemenkop-UKM dan Pemerintah Daerah melakukan pemetaan dari koperasi yang sudah ada. Pemetaan ini untuk memilah mana yang termasuk koperasi primer dan sekunder atau termasuk koperasi jasa keuangan. Masalahnya, koperasi jasa keuangan dibolehkan menyalurkan kepada pihak selain anggota. Usaha ini menjadi seolah-olah menyerupai bank. Padahal, tujuan koperasi yang dikenal selama ini adalah memberikan kesejahteraan untuk anggotanya. Jika koperasi sektor jasa keuangan dapat menyalurkan kepada pihak selain anggota dikhawatirkan adanya shadow banking atau “bank bayangan”, seakan berlindung di balik jati diri koperasi atas dasar kekeluargaan.

Entitas Koperasi dan UMKM ini rawan dipakai sebagai kendaraan bagi praktik pencucian uang dan sarana mendapatkan tarif pajak murah. Kemenkop dan UKM mengesahkan regulasi terbaru, yaitu Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 8 Tahun 2023 tentang Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi (Permenkop UKM 8/2023). Peraturan ini telah mencabut Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 11 Tahun 2018 tentang Perizinan Usaha Simpan Pinjam Koperasi (Permenkop UKM 11/2018) dan perubahannya dalam Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 5 Tahun 2019.

Disamping itu, dipaparkan juga persoalan – persoalan maraknya koperasi simpan pinjam yang mengahadapi berbagai persoalan seperti gagal bayar. Pertama, persoalan manajemen koperasi antara lain terkait kapasitas dan kompetensi pengurus, pengawas dan pengelolanya. Kedua, investasi yang tidak terukur dari kegiatan koperasi karena kurang bompetensi yang berdampaknya pada kurang profesionalitas dalam tata kelola koperasi. Ketiga, minimnya literasi anggota koperasi mengenai koperasi itu sendiri.

Oleh karenanya, penguatan kapasitas dan kompetensi para insan koperasi ini menjadi sangat penting sekali dan sangat fundamental. Selanjutnya belum ada kurikulum baku mengenai perkoperasian menyebabkan pelatihan – pelatihan di berbagai daerah kurang terarah, baik dari judul maupun kedalaman materi. Dengan demikian hal ini menjadi salah satu prioritas yang harus mendapat perhatian dari pemerintah dan seluruh insan koperasi.(MLI)

Bagikan:

Tinggalkan Balasan