LINGKAR INDONESIA (Bandung) – Dewan Penasihat Forum Pimpinan Redaksi Nasional (FPRN) Dede Farhan Aulawi mengatakan, pengelolaan informasi dan publikasi media saat ini memiliki tantangan yang semakin berat, karena membludaknya arus informasi yang membanjiri masyarakat, dan tidak sedikit informasi hoaks yang berimplikasi terganggunya situasi kamtibmas.

Di sisi lain perkembangan teknologi yang pesat telah mentransformasi arus informasi banyak dilakukan melalui saluran media sosial sehingga diperlukan keterampilan khusus agar diseminasi informasi dan publikasi media lebih tepat guna, tepat arah dan lebih efektif dan efisien.

Demikian dikatakan Dede di sela – sela kegiatan di Polda Jawa Barat saat menjadi narasumber pelatihan “Cerdas Mengelola Informasi dan Publikasi Media” bagi seluruh personil Bidhumas, PID seluruh satker, dan para kasi humas polres se-polda Jawa Barat di Bandung, Senin (10/7/2023).

Dede Farhan Aulawi terbilang seorang wartawan senior, dimana ia telah menjadi wartawan sejak tahun 1997 dan saat ini juga menjadi Dewan Penasihat di Forum Pimpinan Redaksi Nasional (FPRN), dan Dewan Pembina di beberapa media online nasional.

Lebih jauh Dede menjelaskan, tantangan profesi humas Polri ke depan semakin menantang dan semakin berat karena dinamika zaman sudah berubah, sehingga akses publik terhadap ketersediaan informasi harus dikelola secara lebih transparan, akuntabel, cepat dan akurat. Terlebih jika dikaitkan dengan tupoksi Polri dalam bidang harkamtibmas, gakkum dan linyomyanmas sebagaimana diamanah dalam UU No. 2 tahun 2002 tentang Polri, yang pada dasarnya banyak bersinggungan dengan tuntutan  kemampuan diseminasi informasi yang persuasif.

“Jadi narasi – narasi dalam publikasi media tidak cukup hanya dengan informasi deskriptif 5W + 1H saja, tetapi juga harus disertai dengan desain konstruksi kalimat yang bersifat persuasif. Redesain tata kelola informasi dan publikasi medianya menjadi 5W + 1H + 2P. Jadi harus ada paragraf yang persuasif dan promotif dalam rangka ciptakan kamtibmas yang kondusif,” paparnya.

Apalagi, lanjut Dede,  jika dikaitkan dengan pelaksanaan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik maupun UU No.25 Tahun 2009 tentang  Pelayanan  Publik, yang memberikan ruang keleluasaan kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi – informasi yang dibutuhkannya, terkecuali informasi tertentu yang bersifat rahasia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam pelatihan ini, Dede memulai paparan dengan memberikan penjelasan mulai dari tantangan dan peran strategis humas di era revolusi industri 4.0. Mengingat karakter industri 4.0 Internet of  things, 3D printing, AR (augmented reality), VR  (virtual reality), cloud computing, big data, block  chain, dan lain – lain, maka Humas Polri dipandang perlu untuk terus memperkuat SDM yang memahami dan menguasai Artificial Intelligence (AI). Infrastruktur, suprastruktur, dan tata kelolanya juga  mesti mengalami penyesuaian agar sejalan  dengan semangat Internet of Things. Juga dijelaskan model – model kampanye kehumasan seperti, Press Agentry / Publicity (Propaganda), Public  Information (Diseminasi informasi), Two Way Asymetric (Persuasi ilmiah), dan Two Way  Symetric (Mutual Understanding).

Selanjutnya Dede juga menjelaskan tentang Electronic Public Relations (E-PR) atau disebut juga Cyber Public Relations yang pada prinsipnya menjelaskan tentang menjalankan fungsi kehumasan dengan menggunakan media internet sebagai sarana publisitasnya. Instrumen tersebut bisa digunakan dalam strategi membangun citra organisasi yang konstruktif guna meningkatkan kepercayaan publik terhadap institusi Polri secara efektif. Baik melalui The mirror image, The current image, The wish image dan The multiple image.

Kemudian ditambahkan dengan uraian secara rinci terkait pentingnya optimalisasi pemanfaatan ruang dan teknologi media sosial dalam menjangkau publik secara lebih luas.  Termasuk model penyusupan kekuatan visual berupa infografis, foto atau video guna menarik atensi publik terhadap substansi pesan yang ingin disampaikan.

Tidak lupa dilatihkan (praktek langsung) cara membuat press release yang berbasis pada gaya jurnalisitik yang memiliki nilai berita (news value ), signifikan (penting) dan berharga sebagai berita (news worthy). Praktek penulisan ini seperti halnya seorang wartawan yang menulis berita langsung (straight news) dengan gaya piramida terbalik (inverted pyramid). Dimulai dengan membuat lead / teras berita / kepala berita sebagai paragraf pertama yang mengandung unsur 5W +1H +2P.

“Seperti pelatihan – pelatihan lainnya yang diberikan, maka pelatihan ini ditutup dengan ujian akhir (post test) setelah diawal ada pre test. Ujian dimaksudkan untuk mengetahui dan mengukur sejauh mana materi yang disampaikan bisa dimengerti atau tidak oleh peserta. Idealnya pelatihan ini berlangsung selama dua hari dengan penekanan pada latihan – latihan menulis dan praktek komunikasi publik, sehingga bisa dilanjutkan di lain waktu “, pungkas Dede.(MLI).

Bagikan:

Tinggalkan Balasan