LINGKAR INDONESIA (Bandung) – Zaman terus berubah seiring waktu yang terus berjalan, dimana setiap langkah perjalanan selalu diwarnai adanya indikator perubahan yang diakibatkan oleh banyak faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang teknologi informasi.
Pemerhati Pertahanan dan keamanan (Hankam), Dede Farhan Aulawi mengatakan, perkembangan ini tentu akan banyak mempengaruhi pola dan model peradaban umat manusia, salah satunya adalah potensi dan model ancaman yang berubah. Baik di bidang pertahanan maupun keamanan.
“Hal tersebut tentu menjadi tantangan tersendiri sehingga cara pandang dan model desain strategi pertahanan dan keamanan juga tentu akan berubah, atau setidaknya mengkombinasikan potensi ancaman konvensional dengan potensi ancaman digital yang berbasis teknologi atau yang biasa dikenal dengan ancaman siber “, kata Dede Farhan Aulawi di Bandung, Selasa (3/1/2023).
Hal tersebut ia sampaikan saat melakukan perbincangan santai di kediamannya yang asri, tidak jauh dari pintu tol Pasteur Bandung. Ia selama ini memang menaruh perhatian yang sangat besar dalam upaya meningkatkan SDM di bidang pertahanan dan keamanan.
Visinya yang futuristik kadangkala melampaui lompatan – lompatan dan dinamika perkembangan zaman. Setiap pergeseran variabel teknologi yang berimplikasi pada bidang pertahan dan kemanan benar – benar ia cermati untuk mengetahui dampak yang akan terjadi dan bisa menjadi potensi ancaman nasional. Kemudian ia merumuskan sebuah formula strategik untuk mengantisipasinya.
Lebih jauh Dede menjelaskan bahwa dalam konteks tersebut, maka tantangannya adalah strategi dalam mempertahankan dan menjaga kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan informasi serta sistem elektronik yang strategis. Saat ini sudah mulai, sedang berlangsung dan bahkan mungkin akan timbul serangan – serangan lain yang lebih besar melalui instrumen yang disebut perang siber (SiberWar) yang sifatnya tidak kasat mata, tetapi perang laten.
“Juga kemungkinan akan terus berlangsung serangan siber (cyber attack) yang tidak dilangsungkan atas nama negara tertentu. Oleh karena itu, setiap instansi terkait perlu meningkatkan soliditas dan sinergitas program koordinasi secara intensif dalam kerangka merumuskan sebuah formula Strategi Digital Pertahanan dan Keamanan Siber,” ujarnya.
Dijelaskannya, ruang lingkup strateginya harus mencakup penentuan dan evaluasi ancaman (threat) dan kelemahan (vulnerabilities) Sistem Elektronik Infrastruktur Strategis di Indonesia, pengelolaan sumber daya (khususnya manusia, teknologi, dan litbang) dan untuk penguatan Pertahanan dan Keamanan Siber, pengembangan sistem pertahanan dan keamanan siber semesta, dan penguatan Sistem Elektronik Infrastruktur Strategis.
“Pertahanan dan Keamanan Siber pada dasarnya memiliki harmoni konsep untuk menjaga dan mempertahankan kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity), dan ketersediaan (availability) informasi elektronik atau sistem elektronik. Keamanan Siber dapat menjadi salah satu bentuk dari Pertahanan Siber,” tuturnya.
Di lain pihak,lanjut Dede, Pertahanan Siber dapat berupa pertahanan aktif maupun pertahanan pasif. Pertahanan pasif yang dimaksud dapat tercakup dalam ruang lingkup Keamanan Siber. Pertahanan Siber dan Keamanan Siber pada dasarnya dapat dilakukan oleh individu, kolektif maupun negara, meskipun ruang lingkup dan modelnya pasti berbeda.
Keamanan Siber dan Pertahanan Siber yang diselenggarakan oleh negara dimaksudkan untuk menjaga kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan informasi penting bagi negara, keamanan nasional, maupun menjaga Sistem Elektronik yang strategis atau kritis bagi kelangsungan pelayanan publik atau kelangsungan negara.
Pasal 15 UU ITE mengatur bahwa Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan sistem elektroniknya secara aman, andal, dan bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya. Artinya seluruh Penyelenggara Sistem Elektronik, terlepas apakah sistem itu digunakan untuk kepentingan pemerintahan, komersial, atau pribadi harus menyelenggarakan sistemnya secara andal, aman dan bertanggung jawab. Kemudian jika merujuk pada UU 11/2008 dan PP 82/2012 yang telah meletakan dasar pengaturan untuk membangun sistem Pertahanan dan Keamanan Siber yang bersifat semesta, diperlukan kontrol, koordinasi, dan pengawasan secara strategis dan efektif.
Menurut UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, pertahanan negara adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Sistem pertahanan negara Indonesia bersifat sistem pertahanan semesta, yaitu melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.
“Pemahaman dan pembangunan budaya Keamanan Informasi di masyarakat masih perlu untuk terus disosialisasikan dan ditingkatkan lagi dengan cara meningkatkan kerjasama dengan seluruh pihak yang terkait, seperti lembaga pendidikan dan para ahli lainnya yang menaruh perhatian pada upaya peningkatan pertahanan dan keamanan siber. Inilah konsep dasar dari sistem arsitektur pembangunan pertahanan dan keamanan saat ini “, pungkas Dede. (red).