Oleh : Ir. Sunu Pramono Budi.MM

Kurang dari sepekan setelah PATRI didirikan (16 Februari 2004), ada informasi, bahwa Menteri Nakertrans saat itu (Jacob Nuwa Wea, 2004) ingin ada deklarasi PATRI yang lebih besar. Tentu saja, panitia dan pengurus yang baru dibentuk tidak boleh diam. Mulai kegiatan lagi.

Padahal saat itu para pengurus inti berasal dari berbagai provinsi di Luar Jawa. Semangat akomodatif.

Misalnya, kepengurusan periode 2004-2009, Ketua Umum Rektor UNILA (Prof.Muhajir Utomo), Ketua Harian Walikota Jakarta Barat (Dr.Sarimun Hadisaputra). Unsur Ketua lainnya ada yang mewakili dari Sulawesi Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Barat.

Jajaran sekretariat jenderal, Sekjen (Hasprabu) Alhamdulillah dari Jakarta. Wakil sekjen ada yang dari Jakarta, Aceh, dan NTB.

Bendahara Umum dari Jakarta (Yana), tetapi wakilnya ada yang dari Kalteng.

Maka hal ini sangat menyibukkan Pengurus yang domisilinya sekitar Jakarta. Apa boleh buat. Tekad sudah bulat. Terlebih memang PATRI yang baru dibentuk tidak punya kas anggaran untuk membiayai pengurus dari luar daerah.

Walau bagaimanapun, akhirnya deklarasi lanjutan setelah MUNAS pertama itu berjalan sukses. Tepat tanggal 09 Maret 2004, dideklarasikan secara luas kehadiran organisasi baru, Perhimpunan Anak Transmigran Republik Indonesia (PATRI).

Acara sangat meriah. Para undangan ada dari pejabat lintas kementerian, anggota DPR RI, para kadis Nakertrans seluruh Indonesia, mahasiswa PMAT Unsoed, tokoh nasional, dan lainnya.

Setelah deklarasi PATRI 2004, sejak Maret sampai akhir tahun 2004, kegiatan DPP PATRI terus meningkat. Terutama keinginan teman-teman di provinsi, untuk segera membentuk kepengurusan DPD PATRI ditingkat provinsi. Hal itu juga didorong oleh para kadis yang saat deklarasi turut hadir. Mereka ingin di provinsinya segera membentuk DPD PATRI.

Tetapi dilingkungan sekretariat DPP PATRI sendiri mengalami kendala. Mengapa? Karena para pengurus DPP kebanyakan dari luar Jakarta dan luar Jawa. Pengurus yang di Jakarta sendiri, adalah para pejabat aktif dan super sibuk. Misalnya, ada yang menjadi Walikota Jakarta Barat, Direktur di Kementerian, dan jabatan lainnya. Kepala sekretariat (Sekjen) sendiri juga punya banyak kegiatan. Di kampus, NGO, trainer, dan aktivitas lainnya. Sehingga rencana jadual piket pengurus, sulit diterapkan.

Termasuk saat pengukuhan di daerah-daerah, yang paling sering hadir adalah Sekjen DPP PATRI, mewakili Ketum yang saat itu pejabat aktif (Rektor UNILA). Itulah sebabnya, kantor sekretariat DPP PATRI sering ditutup. Kosong. Sehingga ketika ada tamu, satpam di Kalibata ada yang bilang. Mungkin PATRI dikira sudah bubar.

Mengetahui kondisi itu, Sekjen DPP yang merasa bertanggung jawab terhadap sekretariat berpikir serius. Bagaimana caranya agar roda organisasi yang baru lahir ini bisa terus berputar? PATRI bukan ladang rupiah, tapi ladang ibadah. Hmmm.

Pilihannya, setelah diperhitungkan dengan seksama, maka menjalankan amanah tidak boleh setengah-setengah. Apalagi PATRI ibaratnya bayi masih merah. Karena itu Insya Allah, Sang Sekjen pun akhirnya memilih fokus mengurusi bayi PATRI yang baru lahir. Dukungan anggaran dan iuran organisasi tidak berjalan. Menggaji tenaga sekretariat dengan dana pribadi, hanya berjalan sekitar setahun. Akhirnya, dengan segala keterbatasan Sekjen terjun langsung. Melepaskan tugas-tugas luar yang bisa ditinggalkan. Fokus membesarkan bayi PATRI.

Bismillah. Allah Maha Pemberi Pertolongan.

(Penulis adalah Ketua Umum DPP PATRI/ Anggota Dewan Pakar Pusat Kajian Manajemen Strategik /PKMS).

Bagikan:

Tinggalkan Balasan