LINGKAR INDONESIA (Bandung) – Singapura sedang menyelenggarakan “Terobosan untuk Net Zero”, Ecosperity Week 2023 yang mempertemukan para pemimpin bisnis global, pembuat kebijakan, investor, dan masyarakat sipil dari berbagai industri untuk membahas teknologi, kebijakan, dan keuangan yang memiliki resiko terhadap keberlangsungan dan kesejahteraan umat manusia sehingga dipandang perlu melakukan terobosan transformasional yang dibutuhkan untuk itu.
Hal ini tentu perlu direspon positif karena merupakan sebuah niat dan itikad yang baik dalam menyelaraskan konsep bisnis dengan kesejahteraan dan keberlangsungan jangka panjang. Bahkan Prawita GENPPARI sudah sering mendiskusikan hal ini sejak tahun 1999, sehingga awal Januari 2000 membuat Yayasan Pemberdayaan Potensi Indonesia (YPPI) sebagai cikal bakal Prawita GENPPARI yang begitu getol, masif dan agresif dalam mengkampanyekan pentingnya meletakan kerangka dasar konsep pembangunan berkelanjutan, yang senafas dengan semangat ecosperity 2023 di Singapore ini.
Demikian dikatakan Ketua Umum DPP Prawita GENPPARI Dede Farhan Aulawi dalam obrolan sambil makan malam di warung seafood pinggir jalan kesukaannya di Bandung, Rabu (7/6/2023).
Menurut Dede, pandangan dan wawasannya mengenai komitmen pembangunan berwawasan lingkungan ini, sesungguhnya merupakan manifestasi inisiasi pemikiran jangka panjang buat generasi penerus bangsa bahkan bagi keberlangsungan umat manusia itu sendiri. Bahkan dalam berbagai saresehan wisata di desa – desa, dirinya selalu mengingatkan pentingnya membangun semangat usaha mulai dari desa dan tetap menjaga kelestarian alam. Kerangka dasar dari pemikirannya ini, akhirnya pada pertengahan tahun 2000 mulai mengenalkan konsep ‘Sustainability Business’ atau ‘Green Economy’ sebagai bagian dari kerangka dasar Pembangunan Berkelanjutan (Sustainability Development).
Dijelaskannya, benua Asia merupakan wilayah dengan pertumbuhan penduduk tercepat di dunia. Salah satu dampak negatif dari pertumbuhan yang cepat ini adalah tingginya emisi karbon yang dihasilkan sehingga bumi terasa semakin panas dan darurat iklim. Itulah sebabnya konsep dasar dari ‘Ecosperity’ adalah integrasi konsep ekologi dengan kemakmuran untuk menjamin keberlangsungan masa depan umat manusia. Hal ini sebenarnya hampir sama ketika dirinya mengenalkan pentingnya meletakan konsep sustainability business tahun 1998 – 1999. Sustainable business merupakan gabungan kata ‘sustainable’ yang berarti berkelanjutan dan ‘business’ yang berarti bisnis. Jadi sustainability business maksudnya adalah bisnis yang berkelanjutan, baik dalam menghasilkan manfaat jangka pendek maupun jangka panjang.
Selanjutnya Dede juga menjelaskan tentang konsep Ekonomi Hijau (Green Economy) yang juga sudah dikenalkan oleh United Nations Environment Programme (UNEP) pada 2008. Pada intinya, konsep ini merupakan turunan dari konsep pembangunan berkelanjutan, sebagai upaya menyelaraskan bisnis dan pembangunan infrastruktur dengan pengurangan emisi gas rumah kaca, mengekstrasi dan menggunakan lebih sedikit sumber daya alam, serta mengurangi limbah dan memperkecil kesenjangan sosial. Jadi perekonomian suatu negara dijalankan dengan mempertimbangkan aspek lingkungan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi untuk mewujudkan prinsip keberlanjutan sebagai salah satu tujuan utama. Konsep ini juga menjadi salah satu strategi pemerintah dalam memitigasi risiko lingkungan yang terdampak oleh perubahan iklim dengan berbagai bauran kebijakan, baik secara substansi, kelembagaan maupun pembiayaan. Dengan demikian konsep ini mengimplementasikan nilai sosial, ekonomi dan lingkungan dalam strategi bisnis dengan berpedoman pada sustainability bisnis yang berkaitan dengan 3P yaitu People, Profit dan Planet.
Kemudian Dede juga menyampaikan bahwa agar tetap kompetitif dalam jangka panjang, bisnis perlu memasukkan dekarbonisasi dan risiko iklim ke dalam strategi perusahaan dan atau kebijakan pemerintahan. Ia juga mengingatkan bahwa dampak perubahan iklim akan memengaruhi bisnis dan mengganggu model operasi dan rantai pasokan bisnis jangka panjang. Tumbuhnya kesadaran tentang krisis iklim juga telah mengubah cara orang mendefinisikan nilai dalam bisnis, dan nilai apa yang harus dijunjung tinggi. Bisnis tidak selalu dipandang sebagai strategi untuk MENGEKSPLOITASI KEUNTUNGAN, tetapi juga harus dilihat sebagai niat yng mulia untuk memberikan KEBERMANFAATAN, KESEJAHTERAAN dan KEBERLANGSUNGAN umat manusia. Perusahaan tidak bisa lagi hanya fokus pada pengembalian jangka pendek dari aset dan lini bisnis saat ini, tetapi juga menuntut praktik dan rencana yang lebih berkelanjutan.
“Untuk itu konferensi Ecosperity tahunan memiliki nilai startegis dalam mendorong batas pertumbuhan berkelanjutan dengan mengeksplorasi megatren terbaru yang membentuk masa depan dalam menyatukan para pemimpin perusahaan, inovator, pembuat kebijakan, dan pakar dari seluruh dunia untuk duduk bersama bicara tentang keberlanjutan. Semoga kegiatan semacam ini tidak hanya seremoni formal para pemangku kepentingan, tetapi juga menanamkan nilai kesungguhan dan komitmen yang sama untuk umat manusia. Lihat saja peristiwa – peristiwa di tahun 2022, seperti peristiwa cuaca ekstrem, banjir di Pakistan hingga gelombang panas di Eropa, angin topan di AS, dan kebakaran hutan di Australia yang telah menimbulkan korban nyawa yang banyak dan juga mengakibatkan kerusakan miliaran dolar. Dengan demikian dibutuhkan tindakan dan kolaborasi radikal untuk menghindari dampak terburuk perubahan iklim terhadap umat manusia. Termasuk pemanfaatan perkembangan teknologi dekarbonisasi dan pasar karbon internasional “, imbuh Dede.
Lebih lanjut Dede juga menguraikan bahwa Asia menyumbang hampir setengah dari seluruh permintaan energi dunia dan sekarang merupakan kawasan penghasil emisi tertinggi. Namun saat ini semua duduk untuk membangun kesadaran kolektif dalam menghilangkan atau meminimalisir karbon alias dekarbonisasi. China dan Indonesia saat ini merupakan dua negara yang memiliki kepercayaan tinggi untuk investasi bisnis sesuai dengan survei yang dilakukan oleh Edelman Trust Barometer karena memiliki komitmen menjaga sustainability business.
“Intinya mari kita dukung semua konsep bisnis yang tetap memiliki komitmen kelestarian alam untuk keberlangsung umat manusia dalam jangka panjang. Konsekuensi logisnya adalah kita juga harus menolak konsep bisnis yang hanya mengeksploitasi alam untuk memaksimasi keuntungan tetapi meninggalkan kerusakan pada alam. Perspektif bisnis bukan sekedar keuntungan hari ini saja, melainkan juga menjaga kepentingan masa depan anak cucu kita semua “, pungkasnya. (MLI)