Oleh : Imam Trikarsohadi
Menjelang tutup tahun 2022, melekat di punggung saya beberapa amanah yang berbeda jenis, rupa dan tujuannya; ada perusahaan, organisasi, wadah sosial dan tentu di lingkungan dan relasi terdekat saya. Dasyatnya, saya harus (mau tidak mau) membereskan konflik yang nyaris bersamaan meletup.
Sebenarnya, tentu, itu tidak terlampau merisaukan, karena potensi konflik ada dimana saja sebagai bagian dari interaksi sosial manusia. Bahkan dalam organisasi, perusahaan atau satuan keluarga yang nampak kokoh pun, selalu ada potensi konflik. Pertanyaannya kenapa mesti terjadi konflik?.
Jawabnya, ini bermula dari apa yang dinamakan terjadinya hubungan antarindividu dalam masyarakat yang dalam sosialogi lazim disebut sebagai interaksi sosial. Proses interaksi antarindividu dalam masyarakat ini bisa mengakibatkan dua kategori dampak, yakni asosiatif (hubungan semakin erat) dan disosiatif (hubungan merenggang). Kedua bentuk interaksi itu melekat pada hubungan antarindividu sehingga dapat mempengaruhi masyarakat.
Salah satu bentuk asosiatif misalnya kerja sama. Sebaliknya contoh bentuk disosiatif yaitu adanya konflik. Konflik muncul ketika perbedaan antarindividu atau kelompok tidak dapat dinetralisir atau didamaikan.
Sejatinya, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat. Konflik yang dapat terkontrol akan menghasilkan integrasi yang baik, namun sebaiknya integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan suatu konflik.
Jika dicermati, setidaknya ada beberapa aspek yang memantik timbulnya konflik di tempat kerja maupun organisasi, diantaranya adalah adanya perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan; perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda pula; perbedaan kepentingan individu atau kelompok; terjadinya percepatan perubahan target kerja dan sistem yang dibangun (nilai-nilai); serta perbedaan pola interaksi yang satu dengan yang lainnya.
Potensi konflik yang destruktif sebenarnya bisa dicegah dengan cara mengevaluasi secara obyektif pihak-pihak yang terlibat, dan mencari akar masalah (indentifikasi) yang menjadi sumber utama munculnya konflik.
Untuk menangani konflik, ada beberapa cara yang bisa ditempuh dengan resiko dan konsekeuennya masing – masing; pertama dengan cara kompetisi. Cara ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri diatas kepentingan yang lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan, jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang-kalah akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi/ perusahaan) di atas kepentingan bawahan.
Cara kedua adalah dengan menghindari konflik. Tindakkan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situasi tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi menang-kalah terjadi lagi disini. Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, membekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut.
Ketiga dengan cara akomodasi. Yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama, atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut.
Cara keempat adalah dengan kompromi. Tindakan ini dapat dilakukan jika kedua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama-sama penting dan hubungan baik menjadi yang utama. Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan win win solution.
Jadi jangan bilang;”..secara pribadi kita baik-baik saja, tidak ada masalah, dst,” tapi tidak bisa berkompromi. Jika ini terjadi, maka itu perilaku dusta yang ditutup-tutupi.
Cara Kelima adalah menciptakan win win solution dengan saling bekerja sama.
Nah, jika terjadi konflik, silahkan pilih cara yang mana sebagai solusi. Konflik jangan dihindari dan ditunda-tunda penyelesaiannya denegan dalih apapun, karena nanti akan terulang kembali dengan situasi dan derajat yang lebih gawat. (Penulis adalah Dosen, Advisor, Anggota Dewan Pakar Pusat Kajian Manajemen Strategik/PKMS, dan Jurnalis Senior).