Daftar Isi: [Sembunyikan] [Tampilkan]

    Oleh : Imam Trikarsohadi

    Secara teoritis, pendukung dan/ atau pemilih calon presiden di Indonesia terbagi menjadi tiga jenis, yaitu pemilih emosional, pemilih rasional-emosional, dan pemilih rasional.

    Fakta-fakta mencatat dari Pipres ke Pilpres, acapkali para kandidat cenderung lebih memilih strategi kampanye yang didominasi oleh strategi kampanye bersifat populis emosional yang tentunya ingin meraih  dukungan  dan simpati dari pemilih emosional.

    Pemilih emosional adalah pemilih yang memiliki hubungan emosional sangat kuat dengan identitas yang membentuk dirinya dari sejak lahir. Identitas itu bisa berbentuk dalam paham ideologis, agama, dan budaya.

    Inilah yang kemudian oleh sebagian pihak, dengan ditambahin bumbu subyektifitas — dikatakan politik identitas. Padahal semua kontestan di berbagai level demen dengan yang demikian untuk dijadikan lumbung suara, baik itu pileg, pilkada, maupun pilpres.

    Sejatinya, pendukung dan/ atau pemilih emosional terdiri dari dua katagori yakni, pemilih aktif dan pasif. Pemilih aktif emosional sangat gampang diidentifikasi, mereka akan sangat mudah terprovokasi dan sangat cepat merespons kabar atau isu apa pun dari yang dianggap pesaing.

    Yang demikian dapat kita identifikasi melalui media sosial maupun group-group WA. Pemilih emosional aktif biasanya sangat aktif dan agresif memposting isu politik yang berbau agama dan identitas di lapak media sosial miliknya atau aktif memberi komentar yang frontal dan keras, dan acapkali sonder tabayun.

    Sedangkan pemilih pasif emosional adalah pemilih yang tidak menampakkan emosinya secara terbuka, biasanya pemilih ini cenderung menggunakan pola komunikasi diam (silent communication) karena mereka tidak menunjukkan pilihan mereka dan tidak ingin dinilai secara sosial dari pilihan mereka. Pendukung dan/ atau pemilih seperti ini bisa dilihat tema share yang mereka like.

    Beda lagi dengan pemilih rasional-emosional. Mereka cenderung akan diam ketika melihat isu yang bersifat agama, identitas, dan simbolik disebarluaskan, karena mereka membutuhkan waktu untuk memproses informasi dan isu tersebut. Akan tetapi dalam proses penerjemahan informasi tersebut faktor emosional alam bawah sadar masih dominan sehingga proses penerjemahan informasi terdistorsi oleh faktor-faktor yang secara tidak sadar membentuk pola pikir mereka.

    Pemilih seperti ini mampu merasionalkan pilihan mereka, akan tetapi ketika hal tersebut menyangkut permasalahan ideologis, agama, dan etnis, mereka tidak sanggup memberikan argumentasi yang cukup. Pemilih rasional-emosional adalah tipikal pemilih yang lebih pasif dan suka mengamati.

    Selanjutnya adalah pemilih rasional. Pemilih jenis inilah yang untuk sementara ini sebagai mayoritas pendukung dan/ atau yang akan memilih Anies Baswedan pada Pilpres 2024 mendatang. Pemilih jenis ini mengesampingkan faktor emosional dalam memaknai suatu informasi, tapi berpedoman pada kualitas dan rekam jejak idolanya.

    Jika disimak dari para figur yang mengisi pos kepengurusan Relawan Aliansi Indonesia Sejahtera (ANIES) yang saat ini hampir merata di seluruh Indonesia misalnya, maka terindikasi kuat bahwa para pendukung dan/ atau calon pemilih Anies Baswedan yang tergabung dalam Relawan ANIES adalah para pendukung rasional yang mengutamakan proses analisa rasional serta mengedepankan data yang afirmatif dan majemuk. Inilah kenapa para tokoh yang tergabung dalam Relawan ANIES selalu  mengedepankan komunikasi aktif dan terbuka, dalam artian mereka bisa menjawab secara terinci kenapa mereka mendukung Anies Baswedan.

    Mereka tidak segan menjabarkan alasan dan faktor-faktor yang menyebabkan mereka membuat keputusan tersebut, serta memaparkan pilihan politisnya  secara logis.

    Jadi sangat logis jika pada perkembangannya dukungan kepada Anies Baswedan bertumbuh sangat masif tak bisa dibendung.  (Penulis adalah Wartawan Senior dan Anggota Dewan Pakar Pusat Kajian Manajemen Strategik/PKMS).

    Bagikan:

    Tinggalkan Balasan