“Awalnya seminar ini kami agendakan tanggal 28 Mei 2022 namun tidak mendapat respon maupun tanggapan yang konkrit dari Kementerian Dikbud,” ujar Ketua panitia pelaksana Muhammad Predian dalam konferensi persnya, Senin (4/7/2022).
Kemudian, lanjut Predian, pihak panitia menjadwal ulang seminar tersebut pada hari ini, Selasa 4/7/2022 namun hasilnya juga sama tidak direspon hingga akhirnya diputuskan untuk dibatalkan saja.
“Kami minta maaf kepada seluruh rekan-rekan yang terlibat di kepanitiaan maupun pihak rektorat serta para undangan,” ucap Predian.
“Dan kami menyatakan kecewa kepada Bapak Mendikbud beserta seluruh jajarannya yang kita lihat hari ini seperti berada di menara gading yang sulit dijangkau sehingga enggan untuk sekedar menjawab pertanyaan dan mendengar keluhan masyarakat,” kata Predian.
Untuk diketahui bahwa pada tahun 2019 Kemendikbud meluncurkan sebuah program Digitalisasi Sekolah.
Digitalisasi sekolah melalui Program Sekolah Digital merupakan jawaban terhadap tantangan revolusi industri 4.0.
Penyediaan sarana pembelajaran di sekolah berupa PC server, tablet, laptop, LCD, router, dan eksternal harddisk akan dilakukan dengan dukungan program BOS Afirmasi dan BOS Kinerja.
BOS Afirmasi ditujukan bagi satuan pendidikan SD, SMP, SMA & SMK yang berada di daerah 3T, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara BOS Kinerja ditujukan bagi satuan pendidikan dasar dan menengah yang dinilai berkinerja baik dalam menyelenggarakan layanan pendidikan.
Sebanyak 30.227 sekolah menjadi sasaran penerima BOS Afirmasi, dan sebanyak 1.060.253 siswa akan menerima tablet.
Sarana tersebut juga diharapkan dapat difungsikan untuk mengakses Rumah Belajar, baik secara daring maupun luring.
Namun dalam perjalanannya, sebut Predian, bahwa pada tahun 2020 program tersebut diubah dan diamandemenkan.
Meski begitu, sudah banyak daerah-daerah yang menjalankan program tersebut. Misalnya saja di Kota Bekasi Jawa Barat.
“Di Kota Bekasi saja mendapat bantuan kurang lebih 3.609 unit Tablet PC atau komputer portabel yang berbentuk buku, dimana harga yang dianggarkan senilai 2 juta rupiah per unitnya,” terang Predian.
“Namun tablet-tablet tersebut hanya tersimpan rapih di 20 sekolah di Kota Bekasi dan tidak didistribusikan kepada siswa/i prioritas,” imbuhnya
Hal tersebut terjadi, tutur Predian, akibat bingungnya pemerintah setempat terkait pendistribusiannya karena di Permendikbud Nomor 31 Tahun 2019 dalam Juklak-juknisnya tidak diatur secara jelas apakah bisa dipinjamkan ke siswa untuk dibawa pulang atau tidak.
“Kami dari mahasiswa sempat menyikapi terkait hal itu, hingga melakukan aksi dan upaya audiensi ke Kemendikbud namun sampai saat ini tidak ada kejelasan,” ungkap Predian.
“Oleh karenanya, kami tetap berupaya dengan mengajak Kemendikbud atau Dirjen terkait untuk diskusi lewat agenda Seminar Nasional dimaksud,” pungkasnya. ( Red )