
Oleh : Imam Trikarsohadi
Menuju prosesi Tahun politik 2024, rakyat Indonesia dengan dimotori politisi mulai disibukan kegiatan politik dalam pelbagai rupa.
Para caleg dari semua partai politik (parpol) mulai hilir mudik, kesana kemari , mencari cara dan upaya agar keterpilihannya di daerah pemilihan (dapil) nya kelak memenuhi kuota, kalau bisa lebih agar aman menjadi anggota legislatif.
Bagi yang berniat maju dalam pilkada, mulai sibuk membentuk tim guna memastikan cara dan dengan siapa berpasangan agar memenangkan persaingan. Meski mereka harus lebih dulu menunggu hasil pemilu guna mematangkan strategi dan memastikan kendaraan politik.
Yang tensinya sudah tinggi adalah terkait Pilpres 2024. Sebab, selain sangat dinamis, dan ada begitu banyak manuver politik yang terjadi. Suasana politik terkait hal ini, mulai dibanjiri aneka macam simpang siur informasi di berbagai kanal media sosial yang cenderung memiliki tendensi berupa kampanye hitam dan negatif.
Kini, diberbagai kanal media sosial, kita mulai mendapati aneka macam kampanye hitam yang mengangkat isu atau topik hoaks atau topik yang tidak relevan dengan kapasitas kepemimpinan seseorang (seperti ras atau agama) dengan harapan menjatuhkan atau merusak citra lawan politik.
Demikian halnya dengan kampanye negatif yang membahas atau mengangkat isu yang menonjolkan kekurangan lawan politik dalam aspek kepemimpinan.
Meski terkesan rancu, ada perbedaan signifikan antara kampanye negatif dan kampanye hitam.
Contoh kampanye negatif adalah menampilkan lawan politik sebagai orang yang tidak dapat dipercaya, tidak kompeten, atau bahkan korup. Salah satu contoh kampanye negatif adalah bekerja sama dengan media untuk mengangkat isu utang finansial atau utang janji lawan politik.
Sedangkan contoh kampanye hitam adalah dengan cara memasang iklan palsu, mengirimkan pesan teks berisi hoaks kepada pemilih, atau menyebar narasi bahwa seseorang tidak layak menjadi pemimpin karena ras, agama, atau faktor lain yang tidak relevan dengan kepemimpinan. Semua ini dilakukan dengan tujuan menghancurkan reputasi lawan politik.
Salah satu contoh kampanye hitam adalah mengangkat cerita tentang latar belakang ras salah satu lawan politik sebagai usaha mematahkan kapabilitasnya sebagai pemimpin.
Biasanya, kampanye negatif disebar dalam bentuk ads atau pamflet. Namun, kini bentuknya bisa beragam, seperti berita, konten media sosial, bahkan diskusi terbuka. Sejauh ini, dikenal ua metode atau teknik kampanye negatif, yaitu attack dan contrast.
Metode attack berfokus pada kekurangan atau aspek negatif lawan politik. Tidak ada sudut positif yang diangkat pada metode ini. Biasanya, metode ini berisiko, karena menonjolkan kemampuan kandidat politik dalam memanipulasi atau memantik ketakutan masyarakat akan aspek negatif yang dimiliki lawan politik.
Sedangkan metode contrast mengangkat isu dari sisi calon politik maupun lawannya. Namun, narasi dibuat sedemikian rupa sehingga calon politik memiliki kapabilitas yang lebih atau memiliki aspek yang lebih positif, sedangkan lawan politik dibingkai dengan sudut pandang yang lebih negatif.
Lantas bagaimana cara jitu agar masyarakat terhindar dari kampanye hitam saat pemilu? Jawabnya, pertama selalu mencermati reputasi media yang menyampaikan berita. Karena banyaknya jumlah media di Indonesia, ada indikasi beberapa media memiliki keberpihakan, walau banyak juga media yang netral yang menjaga integritas.
Kedua, cermati penulis artikel atau nara sumber di media massa, karena setiap penulis punya sejarah pemikiran yang tidak muncul dari ruang kosong dan akan meninggalkan jejak yang mencerminkan integritasnya. Jadi jika ada kecurigaan terhadap isi berita bisa lihat siapa penulisnya. Lalu bisa melakukan penyelidikan kecil-kecilan terhadap cerita versi lawan. Jadi, meski tidak menyetujui argumen dan pihak kompetitor, mendengar secara berimbang argumen dari kedua pihak sebelum mengambil kesimpulan adalah praktek yang bermanfaat agar tidak jadi korban dusta dan hoaks.
Katiga adalah melakukan proses verifikasi (tabayun). Cobalah menyaring setiap informasi yang didapat agar pasti jika berita bukan hoax.
Keempat, jangan ikut menyebarkan rumor atau hoaks. Jika menerima kampanye hitam atau opini negatif, jangan disebar luaskan. Meski dalam konteks mendiskusikan, karena hal itu sama saja ikut menyebarkan opini negatif tersebut.
Demokrasi memang membebaskan semua masyarakat berpendapat termasuk di media sosial yang berujung pada tindakan saling sindir dan saling serang seolah menjadi bumbu pedas di politik Indonesia.
Untuk mencegah politik kampanye hitam, selain diperlukan peran institusi penegak hukum dan badan pengawas pemilu yang netral, diperlukan juga peran masyarakat sebagai peran pendukung untuk mencegah politik kampanye hitam. Bahkan akan lebih efektif jika masyarakat lebih pro aktif.
Hal – hal lain yang dilarang dalam kampanye politik dalam bentuk apapun adalah;
- Mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau Peserta Pemilu yang lain.
- Menghasut dan mengadu domba perseorangan, kelompok, atau masyarakat.
- Mengganggu ketenangan publik.
Soal kandidat, silahkan pilih yang se-frekueni dan diyakini, tapi jangan bodoh atau konyol karenannya. (*).