Oleh : Imam Trikarsohadi

Mantan Kepala Divisi Propam Polri Ferdy Sambo divonis pidana mati. Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menilai Sambo terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J . Vonis dibacakan Ketua Majelis Hakim ,Wahyu Iman Santoso di PN Jakarta Selatan, Senin 13 Februari 2023. Pada hari yang sama, Istri Sambo, Putri  Candrawathi divoinis 20 tahun penjara untuk kasus yang sama.

Pertanyaannya, kenapa seseorang atau lebih bisa menjadi pembunuh ? Jawabnya, apa boleh buat, kejadian pembunuhan dilatar-belakangi oleh berbagai sebab, sehingga seseorang merencanakan, memutuskan dan mengeksekusi pembunuhan terhadap orang lain.

Berbagai faktor penyebab seringkali menjadi daya penggerak bagi seseorang untuk melakukan pembunuhan. Dalam kasus pembunuhan berencana (planned murder) seperti kasus Ferdy Sambo, biasanya seorang calon pembunuh sudah mengetahui siapa calon korban yang akan dibunuhnya, sedangkan dalam kasus pembunuhan tak berencana (unplanned murder), seseorang membunuh orang lain karena adanya konflik emosional antara dirinya dengan calon korban. Konflik sosio-emosional ditengarai oleh suatu masalah yang tak bisa terselesaikan dengan baik.

Seorang pembunuh sebenarnya orang yang paling bertanggungjawab dalam penghilangan nyawa orang lain. Sehingga ia harus siap untuk berhadapan dengan pihak aparat hukum yang menyelesaikan kelanjutan dari peristiwa pembunuhan tersebut.

Sampai kapan pun kasus pembunuhan sulit untuk dihilangkan, yang bisa dilakukan adalah bagaimana mengurangi, mencegah atau menghindari peristiwa pembunuhan. Pembunuhan akan tetap terus terjadi dan bisa dialami oleh siapa pun, selama masih ada konflik-konflik sosio-emosional yang belum terselesaikan antara individu satu dengan individu yang lainnya.

Konflik sosio-emosional memang menjadi salah satu pemicu perilaku pembunuhan, karena seseorang merasa kecewa, sakit hati atau dendam pada orang lain. Secara ekstrim pelampiasan rasa kecewa, sakit hati, dendam atau amarah dilampiaskan dengan cara membunuh orang lain. Hal ini banyak terjadi pada kasus-kasus pembunuhan di masyarakat.

Demikian hanya dengan daya emosional. Ia merupakan faktor eksternal yang paling sering menjadi penyebab terjadinya tindak pidana pembunuhan. Emosional seseorang dipengaruhi oleh kondisi perasaan dalam diri seseorang, seperti perasaan kecewa ataupun sakit hati. Terhadap kasus pembunuhan dalam lingkungan terdekat seperti kasus Ferdy Sambo, faktor ini juga merupakan pemicu utama terjadinya pembunuhan. Sakit hati terjadi biasanya karena seorang pelaku kejahatan mengalami kecemburuan, atau mendapatkan ejekan, hinaan dan komentar yang kurang baik dari orang lain.

Namun terkait pembunuhan yang terjadi dalam keluarga dan/ atau lingkungan terdekat, pembunuhan sebagian besar terjadi didasarkan karena adanya rasa cemburu dari si pelaku.

Selain itu, lemahnya keimanan juga menjadi  faktor sangat mendasar yang menyebabkan seseorang melakukan sebuah kejahatan. Keyakinan serta pengetahuan agama yang rendah akan membuat seseorang tidak memiliki iman yang kuat. Orang yang tidak imannya tidak kuat atau lemah cenderung akan mudah terpancing emosinya untuk melakukan tindakan kriminal.

Apa boleh buat, tindak pidana pembunuhan berencana merupakan salah satu tindak pidana tertua yang pernah dan sering terjadi di muka bumi ini, namun peristiwa-peristiwa tersebut tidak terjadi begitu saja melainkan banyak faktor yang menyebabkan perbuatan keji itu lahir di tengah-tengah masyarakat.

Jika direnungi dan hayati bahwa tidak semua perbuatan buruk hingga perbuatan tindak pidana didasari oleh sebuah niat tetapi juga kerap terjadi secara spontan baik karena keadaan yang memaksa atau dalam pengaruh emosional. Menyoal perbuatan tindak pidana yang tertuang pada Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan berencana jika dilihat dari perspektif psikologi kriminal tentu tidak semua tindak pidana pembunuhan berencana dilakukan dengan kesadaran penuh, tanpa tekanan, dan kondisi mental yang sehat.

Sifat atau karateristik kepribadian tertentu berhubungan dengan kecenderungan seseorang untuk melakukan tindakan kriminal.  Dapat disimpulkan bahwa kategori inilah yang dapat memicu terhubungnya kecenderungan kepribadian dengan perilaku kriminal. Seperti contoh yang cenderung melakukan tindakan kriminal ialah orang yang rendah kemampuan kontrol dirinya, orang yang cenderung pemberani, ekstravet, cenderung asertiv, dominasi sangat kuat, power yang lebih, serta dorongan untuk memenuhi kebutuhan fisik sangat tinggi.

Perilaku kriminal merupakan bentuk implementasi dari “Id” yang tidak terkendalikan oleh ego dan super ego, id disini ialah berwujud seperti prinsip kenikmatan (pleasure principle). Ketika konsep-konsep di atas diperluas super-ego akan berakibat terlalu lemah untuk mengontrol impuls yang bersifat hedonistik, dan ini dapat menciptakan perilaku sekehendak hati asalkan hal tersebut dapat menyenangkan hasrat dalam dirinya sendiri. Namun ada satu hal yang dapat memicu super-ego lemah yakni resolusi yang kurang baik dari seseorang dalam mengelola konflik.

Ada beberapa bentuk pendekatan pschoanalytic yang masih tetap menonjol dalam fungsi normal dan asosial,  namun yang sangat dekat dengan kejahatan pembunuhan berencana adalah “kejahatan pada harfiahnya merupakan representasi dari konflik psikologis”.

Seorang Hakim Federal dan atau mantan Hakim Agung Ameriksa Serikat (United States of America) Yang Mulia Oliver Wendell Holmes, Jr. pernah menjabarkan bahwa jika perbuatan itu merupakan gerakan fisik yang bertujuan maka perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang dikehendaki, akan tetapi jika gerakan fisik terjadi bukan karena dikehendaki artinya gerakan tersebut tidaklah bertujuan.

Teori tersebut menunjukan moralitas tidak dapat diukur hanya dari suatu perbuatan yang berbentuk fisik. Dari perspektif filosofi tentang nalar manusia (philosophy of mind) perbuatan dan kesengajaan merupakan dua peristiwa yang berbeda, namun berada dalam suatu rangkaian peristiwa. Jika menyiginya secara filosofis mengenai nalar manusia (human mind), terdapat urutan peristiwa dari cara berpikir manusia (sequences of human mind) sampai timbulnya perbuatan.

Secara linear, konsep batas lingkup suatu perbuatan (act) yang disengaja (intentional act) atau delik komisi (commissie delict) adalah niat sengaja yang menggerakkan bagian dari organ tubuh. Dapat kita beri contoh salah satunya dalam kasus pembunuhan berencana yang diduga terjadi karena motif dendam kepada kerabat yang telah melecehkan harkat dan martabat keluarganya, kemudian menggunakan kekuasaannya untuk menggerakan orang lain hingga korban meregang nyawa dan menyebabkan korban meninggal dunia. Contoh tersebut menggambarkan sequences of human minds. (Penulis adalah Dosen Pengampu Universitas Indonesia Mandiri).

 

Bagikan:

Tinggalkan Balasan