
LINGKAR INDONESIA (Kuningan, Jawa Barat) – Agar suasana kehidupan masyarakat tetap kondusif, maka dalam rangka penegakan hukum, aparat penegak hukum mestinya harus tetap humanis ke bawah dan tajam ke atas.
“Dalam penegakan hukum juga harus cermat dan menggunakan hati nurani agar tidak punya ekses negatif terhadap kehidupan sosial, sehingga proses dan penegakan hukum tetap berjalan, tapi kondisi sosial tetap kondusif,” kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Dudi Mulyakusumah, SH.MH kepada Media Lingkar Indonesia di Kuningan, Rabu (1/2/2023).
Terkait persoalan hukum di Kuningan, kata Dudi, cukup kompleks, semua ada, seperti kejahatan kerah biru, white color crime, dan tindak pidana khusus juga ada.
“Di awal tahun 2023, kita sudah menyelesaikan berkas perkara korupsi, dan dalam waktu dekat akan kita limpahkan ke pengadilan. Itu tindak perkara korupsi di Bandung,” paparnya.
Persoalan-persoalan hukum lain yang menyangkut masyarakat luas di Kuningan, lanjut Dudi, sangat beragam dan kompleks, baik itu kejahatan kerah biru maupun kerah putih.
Menurutnya, kejahatan kerah biru antara lain seperti kejahatan jalanan, pencurian, dan pemerasan. Kemudian kejahatan kerah putih berupa penggelapan, penipuan dan sebagainya.
“Tindakan kejahatan white color crime, para pelakunya memiliki tingkat intelegensi yang agak tinggi,” urainya.
Dijelaskan Dudi, upaya – upaya pencegahan yang telah dilakukan selama ini ditempuh dengan dua cara. Pertama, berupa upaya pencegahan dengan penyuluhan dan penerangan hukum, baik di sekolah-sekolah maupun rumah restorasi justice.
“Kita sampaikan kepada masyarakat bahwa tidak ada kehidupan yang lepas dari hukum. Semua aktifitas manusia diatur oleh hukum, karena itu wajib taat hukum,” ujarnya.
Kedua, tindakan represif. Menurut Dudi, apabila telah kita ingatkan dan sosialisasikan, tetapi masih melakukan tindak pidana dengan penilaian bahwa tindak pidana yang dilakukan memiliki sifat jahat, maka sifat jahatnya yang kita tindak secara hukum, bukan manusianya. (im).