Mengakhiri tahun 2023, Dede Farhan Aulawi semakin meneguhkan sikap dalam kancah pergaulan internasional untuk menjelaskan sikap dan prinsip sebuah bangsa yang mencintai perdamaian dan menjunjung tinggi nilai – nilai kemanusiaan. Mekanisme yang ia tempuh sangat bervariatif, baik dari sisi format maupun kluster territorial dan segmentasi profesi yang berbasis komunitas. Terlebih dalam menghadapi isu – isu global seperti perubahan iklim yang dianggap sebagai ancaman yang membahayakan keselamatan dan kesejahteraan masa depan umat manusia, termasuk ancaman terhadap stabilitas mata uang dan pasar yang ditimbulkan oleh dampak perubahan iklim. Secara khusus, putaran pelonggaran kuantitatif non-konvensional global melalui penerbitan mata uang pelengkap koin karbon, yang akan diterbitkan sesuai dengan jumlah karbon yang dimitigasi. Konsep moneter pelonggaran kuantitatif karbon didasarkan pada proposal kebijakan nyata yang disebut Penghargaan Karbon Global , dan makalah akademis yang disebut “Kertas Chen”.

Pembahasan masalah strategis ini tidak dibahas dalam pendekatan formal yang dinilai terlalu kaku, seremonial dan terikat protokoler formal. Dede Farhan Aulawi melakukannya dengan gaya khasnya yang sederhana dan informal, yaitu melalui Culture Tourism Approach atau saluran Diplomasi wisata Budaya. Hal tersebut ia lakukan saat mendampingi rekan – rekannya dari Perancis, Jerman dan Italia saat mengunjungi Kawasan wisata Tanah Toraja yang terletak di wilayah bagian utara Sulawesi Selatan, sekitar 300 km dari kota Makassar.

Dalam pendekatan wisata budaya, mereka mengunjungi Pallawa, yaitu sebuah komplek perumahan adat masyarakat Tana Toraja atau disebut Tongkonan. Arsitektur dari bangunan ini sangat khas, dimana bentuk atapnya yang melengkung seperti sebuah perahu. Lalu berkunjung ke Londa, yang merupakan bebatuan curam dan memiliki gua alam yang dijadikan makam. Kemudian berangkat ke Batutumonga, dimana terdapat sekitar 56 batu menhir dalam satu lingkaran dengan 4 pohon di bagian tengah. Menhir adalah tugu batu warisan zaman megalitikum yang digunakan untuk memuja arwah leluhur. Selanjutnya mengunjungi Lemo, kuburan yang dibuat di bukit batu. Di bukit ini terdapat sekitar 75 lubang kuburan dan tiap lubangnya merupakan kuburan satu keluarga.

Terakhir berkunjung ke Kuburan Bayi Kambira, dimana tempat ini merupakan permakaman bayi yang meninggal sebelum tumbuh gigi. Jenazah bayi yang masih dianggap suci dikuburkan di dalam sebuah lubang yang dibuat di pohon tarra, karena pohon ini memiliki banyak getah yang dianggap sebagai pengganti air susu ibu.

“ Diplomasi informal di tingkat internasional bisa dilakukan melalui banyak saluran, dan salah satu saluran yang dirasa paling nyaman adalah melalui Diplomasi Wisata Budaya. Tanpa sekat aturan formal, tanpa mengikuti ketentuan protokoler, tetapi pesan – pesan yang disampaikan dalam diskusi nyantai ini terasa lebih mengena meskipun disampaikan dalam gaya yang non formal sambal bersanda atau agak serius “, ujar Dede Farhan Aulawi.

Beberapa subjek pembahasan strategis yang disampaikan menyangkut pembangunan berkelanjutan, yaitu berbagai upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Termasuk hilirisasi, digitalisasi, dan green economy. Hilirisasi dimaksudkan untuk memaksimalkan potensi sumber daya alam yang dimiliki dan mengolah lebih lanjut di dalam negeri. Digitalisasi adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari oleh semua sektor. Sementara green economy akan mendatangkan bisnis baru di Indonesia dan juga di dunia, melalui permulaan dalam memulai pasar karbon.

Sementara di bidang IT, dipandang perlunya melakukan percepatan realisasi pembangunan pita lebar (broadband) melalui implementasi 4G dan peningkatan efesiensi industri. Termasuk program Cyber Security dan Governance, seperti pelaksanaan e-Governance dan e-Commerce. Juga program Government Public Relations (GPR), di bidang Pertanian, Energy, Kemaritiman, Pariwisata, Infrastruktur, Perbatasan dan Pengembangan SDM.

Diskusi santai sambil wisata budaya, jalan – jalan ke desa, hutan dan perbukitan yang memiliki nilai – nilai budaya masyarakat setempat ini semakin asyik dan melebar kearah yang lebih luas. Misalnya menyangkut dampak perubahan iklim, gelombang panas, dan berbagai fenomena masa depan dengan merujuk pada berbagai indikator kemajuan peradaban. Juga munculnya berbagai gagasan inovatif tentang ekologi, ekonomi, dan subjek strategis lainnya.

Menarik juga merenungkan ungkapan Pak Fredric Jameson, yang mengatakan bahwa “Lebih mudah membayangkan akhir dunia daripada membayangkan akhir kapitalisme “. Ungkapan spontan ini sepertinya ringan sekali untuk diungkapkan, namun memiliki bobot pemikiran yang serius ketika memiliki keinginan untuk menyudahi kapitalisme yang semakin menggerogoti peradaban, nilai kemanusian, keserakahan, dan karakter bisnis monopolistic yang hanya dinikmati oleh segelintir orang. Sementara sebagian besar umat manusia lainnya hanya dieksploitasi seperti budak di era kolonialisme. Diskusi santai ini, pada akhirnya melahirkan sebuah pemikiran dan komitmen kolektif dalam merekonstruksi sebuah jembatan menuju masa depan ketika dampak perubahan iklim dimitigasi dan kepunahan Holosen dihentikan. (MLI)

Bagikan:

Tinggalkan Balasan