Bekasi, Fisip Unisma Bekasi pada Rabu tanggal 17 Oktober 2019 mulai pukul 13.00wib siang ini, akan melaksanakan seminar nasional tentang agraria.Bekasi, Fisip Unisma Bekasi pada Rabu tanggal 17 Oktober 2019 mulai pukul 13.00wib siang ini, akan melaksanakan seminar nasional tentang agraria.

Seminar Nasional Agraria Indonesia, rencana dilaksanakan di Gedung B Unisma Bekasi, dengan pelaksana oleh ‘Fear Jilid IX, Fisip Education and Art Prodly Present. Dengan tema “Wujudkan Reforma Agraria Sejati untuk Seluruh Rakyat Indonesia Sesuai Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960”.

Rangkaian acara “FEAR” Fisip Education And Art – diselenggarakan oleh FISIP UNISMA 45 Bekasi satu tahun sekali, acara tersebut adalah acara tahunan sebagai ajang edukasi tingkat akademik dan masyarakat umum, selain itu FEAR sebagai sejarah awal reformasi yang dijadikan kegelisahan pada massa 1998 yang disebut BBM ( Bursa buku murah) sebagai ajang konsolidasi mahasiswa pada massa itu. Semakin berkembang maka para pengurus mencetuskan dan atas persetujuan keluarga alumni SEMA FISIP UNISMA 45 Bekasi mencetuskan nama acara tahunan. Dalam acara tersebut SEMA FISIP UNISMA 45 Bekasi menyajikan 1. Seminar Nasional 2. Dialog Publik 3. Parade Bazzar UMKM (Jajanan Tradisional & Modern) 4. Festival Budaya 5. Festival Musik Anak Bangsa.

Narasumber yang hadir diantaranya,  Samsudin,SH (Kepala Departemen Penguatan Oranisasi KPA, Perwakilan Kementrian ATR/BPN),  Nicodemus Gonjang S.Sos (Anggota Komisi I DPRD Kota Bekasi) dan  Keynote speaker Wakil Walikota Bekasi Tri Adhianto Tjahyono.Sedangkan moderator seminar, oleh Ahmad Lauhil Mahfud S.Ip. Dalam acara seminar nasional tersebut anggota komisi I DPRD Kota Bekasi dan Wakil Walikota Bekasi tidak bisa hadir dikarenakan ada agenda Pemerintahan. “Lanjut acara di moderatori oleh : Ahmad Lauhil ( Mantan Ketua SEMA FISIP UNISMA 45 Bekasi).

Dalam diskusinya, Samsudin.,S.H (KPA Bidang Organisasi) mengutarakan, Sementara kalangan masyarakat sipil khususnya kalangan gerakan reforma agraria mendorong agar tanah yang hendak diredistribusikan dilakukan pada wilayah yang dimana terjadi ketimpangan agraria yang mencolok dan konflik agraria. Pandangan ini didasarkan pada tujuan utama reforma agraria adalah menurunkan ketimpangan, menyelesaikan konflik agraria, meningkatkan kesejahteraan dan keberlanjutan lingkungan hidup. Karena itu, area-area perkebunan dan kehutanan yang selama ini menjadi titik ledak konflik agraria karena tumpang tindih izin, penyuapan atau akrobat hukum lainnya adalah lokasi prioritas pelaksanaan reforma agraria.

Salah satu yang sumber keraguan pemerintah melakukan reforma agraria pada lokasi semacam ini adalah resiko bahwa langkah ini dipandang sebagai penyulut iklim buruk investasi, instabilitas, kepastian hukum, pertumbuhan ekonomi.

“Bukankah pada akhirnya langkah ini akan mengancam kesejahteraan umum yang lebih luas. Mengingat kompleksitas masalah dan saling berkelindan oleh karena tidak berjalannya reforma agraria, bahkan jika dijalankannya secara salah, maka dibutuhkan langkah berani sekaligus bijak oleh pemerintah” ujar salah satu Dirjen KPA.

Beberapa langkah yang harus segera dilakukan segera adalah: pertama, pada tataran politis presiden sebaiknya memimpin langsung pelaksanaan reforma agraria yang pararel dengan penyelesaian konflik agraria struktural yang ada. Kedua, pada tataran regulasi, pemerintah segera mengesahkan Peraturan Presiden tentang Reforma Agraria. Ketiga, pada sisi implementasi membuka partisipasi aktif masyarakat sipil dalam mendaftarkan lokasi, mengorganisakan penerima manfaat serta model pembangunan berkelanjutan pada lokasi pelaksanaan reforma agraria.

Pada akhirnya, reforma agraria adalah perkara komitmen politik yang dibarengi dengan mencapai visi agraria konstitusi. Sejak awal kemerdekaan, ketika pemerintah menjalankan reforma agraria terbatas dengan menghapus tanah partikelir dan desa perdulikan, atau hingga era reformamasi ini dengan Tap MPR No.IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, reforma agraria adalah perkara komitmen politik yang kuat dari penguasa.

Lanjut Siti Aisyah Perwakilan Kementerian ATR/BPN, menjelaskan “Sistem informasi pertanahan yang terintegrasi akan memudahkan pengambil keputusan, pelaku usaha, masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan lain dalam pemanfaatan dan penggunaan tanah secara optimal,” jelasnya.

Sebagai informasi, ada enam poin pokok yang masuk dalam RUU tersebut. Keenam poin tersebut yakni, pengaturan Hak Atas Tanah untuk Keadilan dan Kemakmuran, lalu pendaftaran Tanah Menuju Single Land Administration System dan Sistem Postif.

Kemudian ada modernisasi pengelolaan dan pelayanan pertanahan menuju era digital. Selanjutnya ada penyediaan tanah untuk Pembangunan;

Setelah itu ada percepatan penyelesaian sengketa, konflik dan perkara pertanahan, ditambah dengan Kebijakan Fiskal pertanahan dan tata Ruang. Kemudian ada kewenangan pengelolaan kawasan oleh Kementerian/Lembaga sesuai tugas dan fungsinya dan terakhir penghapusan hak-hak atas tanah yang bersifat Kolonial (Hak Barat).

Dengan adanya sistem informasi pertanahan yang terintegrasi akan memudahkan pengambil keputusan, pembuat kebijakan, pelaku usaha, masyarakat, serta pemangku kepentingan lainnya dalam pemanfaatan dan penggunaan tanah secara optimal.

Memang sangat diperlukan kedetailan dan pembahasan yang mendalam mengenai RUU Pertanahan dari berbagai kalangan agar bisa menjawab seluruh persoalan dan kekhawatiran masyarakat mengenai agraria, pertanahan dan tata ruang yang tentunya tidak lepas dari UUPA . Hal itu berguna untuk meminimalisasi munculnya masalah di masa yang akan datang.

Sementara itu Edo Damaro (Ketua Umum SEMA Fisip UNISMA Bekasi ) menjelaskan, Agraria Indonesia adalah masalah yang tak selesai dari cita-cita awalnya. Bukanlah sekadar kisah di masa lalu, tetapi lebih merupakan wacana teoritis dalam merekonstruksi dan memahami dinamika kehidupan saat ini.

Kita tahu negara merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bekerja dalam sektor pertanian dengan memnfaatkan (sumberdaya alam, hasil kelautan dll ) . Tanah sebagai obyek mendasar dalam setiap kehidupan manusia, seperti kita tahu bahwa manusia tidak pernah bisa lepas dari tanah .

Segala aktivitas manusia dilakukan di atas tanah dan manusia mendapatkan sumber bahan kebutuhan mereka dari tanah maupun yang ada dalam air .  Kenapa tanah sangat penting dalam keberlansungan kehidupan manusia, namun dibalik itu Sepanjang perjalanan sejarah umat manusia.

“Tanah sering menjadi penyebab terjadinya konflik antar individu maupun golongan yang berbeda persepsi dan kepentingan. Kenyataan seperti ini, berlaku sejak kehidupan manusia masa purba hingga era modern sekarang” Ujar Edo yang juga ikut terlibat berbagai dampingan pertanahan baik Pekayon maupun Muara Gembong Kabupaten Bekasi.

Bahkan kehidupan masa mendatang pun dipastikan akan lahir konflik-konflik agraria dengan motif yang berkisar pada dua problem mendasar yakni perbedaan persepsi dan kepentingan. Kompleksitas masalah agraria yang berhubungan politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, dan berbagai dimensi kehidupan manusia lainnya .

Ketimpangan kepemilikan adalah realitas yang menjadi Tanggung Jawab Fungsi Reforma Agraria. Tanah kemudian menjadi obyek kapital semata.

Sejarah agraria hadir sebagai sebuah kebutuhan hidup dan sebagai ilmu pengetahuan agar kita dapat mengerti setiap permasalahan yang terjadi baik secara empiris maupun dalam kondisi sekarang.

“Sejarah sebagai bentuk analisis akan kejadian masa lalu dan sebagai bentuk kita mengalisis kondisi sekarang, bagiamana kita akan mengerti apa aja yang menjadi akar dari segala permasalahan agraria yang ada dan diharapkan kita juga bisa membedah persoalan tersebut untuk mencapai sebuah kebenaran dan keadilan  bagi seluruh masyarakat Indonesia dalam menyetarakan hidup hak atas tanah.Ujar Edo. “Goz”.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan