“ Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan Dirgahayu TNI AL yang ke 78, Dengan Semangat Jalesveva Jayamahe, Terus Melaju Untuk Indonesia Maju. Tantangan sistem pertahanan laut ke depan akan berbasis pada penguatan kualitas SDM dalam penguasaan teknologi pertahanan. TNI AL sebagai penanggung jawab utama pertahanan laut, melalui semangat pengabdian dan profesionalitasnya pasti bisa melaksanakan tugas yang diembannya agar laut Indonesia selalu terjaga dengan baik”, ujar Pemerhati Pertahanan dan Keamanan Dede Farhan Aulawi di Bandung, Minggu (10/9).

Hal tersebut ia sampaikan dihadapan para awak media ketika menyampaikan pandangan terkait dengan tantangan pertahanan laut Indonesia di hari jadi TNI AL yang ke 78 yang jatuh pada 10 September 2023. Menurutnya, Indonesia merupakan negara yang letaknya strategis karena diapit oleh dua benua dan dua samudera, sehingga volume lalu lintas laut cukup padat. Secara demografi juga menjadi pangsa pasar potensial untuk pemasaran aneka produk dari berbagai negara. Kemudian sumber daya alam kelautannya pun sangat menjanjikan secara ekonomi sehingga banyak negara yang ingin menancapkan pengaruhnya demi keuntungan negaranya masing – masing. Apalagi luas laut Indonesia mencapai sekitar 70% dari total luas wilayah Indonesia dengan belasan ribu pulau di dalamnya. Juga pemilik garis pantai terpanjang kedua di dunia, serta rumah bagi ribuan spesies laut.

Fakta laut Indonesia dengan segala kelebihannya tersebut, bisa dipandang sebagai sesuatu yang membanggakan. Namun di sisi lain dapat juga dipandang sebagai ancaman karena banyak pihak yang ingin menguasai atau memilikinya, meskipun dibungkus dengan istilah ‘kerjasama ekonomi atau investasi’ dan sebagainya, yang pada intinya berfikir untuk mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia. Untuk itulah perlu dibangun desain sistem pertahanan laut yang terintegrasi dengan sistem pertahanan Indonesia secara keseluruhan.

Selanjutnya Dede juga menjelaskan komponen operasi lintas medan (fisik, informasi, dan insani), dimana setiap komponen yang mengandung unsur dan sifat berbeda harus diintegrasikan untuk menunjang kesuksesan operasi. Termasuk lompatan teknologi yang terkait dengan kecerdasan buatan/meta data, IT, operasi serangan siber, Internet of things, serta sistem robotika. Pembangunan pertahanan laut perlu diarahkan untuk mengeksploitasi operasi lintas medan serta mengintegrasikan dimensi siber untuk mewujudkan kendali penuh atas lautan Indonesia.

Kemudian terkait dengan gangguan keamanan maritim pada batas wilayah seperti pencurian ikan oleh nelayan asing sampai perairan kedaulatan, pengusiran nelayan indonesia oleh kapal negara asing seperti China dan Vietnam, serta terdapat konfrontasi antara aparat keamanan laut dengan aparat penjaga laut negara asing. Tingkatkan sinergitas para aparat pertahanan-keamanan agar lebih erat dalam menjaga wilayah batas laut terutama laut Natuna Utara. Oleh karenanya, sudah seharusnya Indonesia membangun kekuatan pertahanan maritim. Hal ini diperlukan bukan saja untuk menjaga kedaulatan dan kekayaan maritim Indonesia, tetapi juga untuk menjaga keselamatan pelayaran dan keamanan maritm bagi seluruh kapal Indonesia maupun kapal-kapal dari negara lain yang berlayar melalui perairan Indonesia baik dari barat ke timur maupun dari utara ke selatan.

“ Indonesia harus mampu menjaga dan mengelola sumber daya laut dengan memberikan prioritas kepada infrastruktur dan koneksifitas maritim serta industri perkapalan termasuk peralatan pertahanan dan keamanan di lautan Indonesia. Indonesia sebagai negara yang menjadi titik tumpu dua samudera memiliki kewajiban untuk membangun kekuatan pertahanan maritim yang handal dan profesional, baik dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM) maupun perlengkapan peralatan pertahanan keamanan yang memadai dan didukung oleh kemampuan industri pertahanan yang mandiri. Kekuatan TNI harus didukung dengan kemampuan teknologi dan ketersediaan alat pertahanan keamanan untuk menjaga wilayah udara, permukaan laut dan dibawah laut”, tambah Dede.

Lebih lanjut Dede juga menguraikan terkait sistem pertahanan berlapis untuk mencegah penetrasi lawan, dimana pertahanan berlapis tersebut mensyaratkan terbentuknya tiga zona pertahanan, yaitu zona penyangga yang memerlukan kemampuan serangan pendahuluan, zona pertahanan yang memerlukan kemampuan serangan balas (counter offensive), dan zona perlawanan sebagai daerah perang berlarut atau gerilya.

Adapun strategi pertahanan laut, meliputi (1) Strategi Penangkalan, yang diarahkan untuk mencegah niat dari pihak-pihak yang akan mengganggu kedaulatan negara dan keutuhan wilayah NKRI, serta yang akan merugikan kepentingan nasional melalui diplomasi Angkatan Laut. (2) Strategi Pertahanan Berlapis, yang diarahkan untuk meniadakan dan menghancurkan ancaman dari luar melalui gelar kekuatan gabungan laut dan udara di medan pertahanan penyanggah (lapis 1), medan pertahanan utama (lapis 2) dan daerah perlawanan (lapis 3), dengan melibatkan kekuatan TNI AL bersama-sama seluruh komponen maritim dan didukung oleh kekuatan TNI AU. (3) Strategi Pengendalian Laut, yang diarahkan untuk menjamin penggunaan laut bagi kekuatan sendiri dan mencegah pengunaan laut oleh lawan, memutus garis perhubungan laut lawan serta mencegah / meniadakan berbagai ancaman aspek laut dari dalam negeri melalui gelar kekuatan dalam bentuk operasi laut sehari-hari dan operasi siaga tempur laut dengan didukungoleh kekuatan TNI AU.

“ Dengan memperhatikan spektrum ancaman yang sangat bervariasi dan sangat dinamis, maka kebijakan untuk memperkuat sistem pertahanan laut merupakan pilihan strategis. Tidak semata – mata berbasis pada aspek yang bersifat ‘Quantitative’ semata, tetapi lebih dari itu harus berbasis pada aspek ‘Qualitative’ yaitu terpenuhinya kompetensi SDM TNI AL yang mumpuni sesuai dengan skema pertahanan yang mutakhir, yaitu yang berbasis pada teknologi. Di saat yang bersamaan juga jangan lupa peningkatan keterampilan komunikasi dalam agitasi psikologi pertempuran dan propaganda publik internasional “, pungkas Dede mengakhiri pandangannya. (mli)

Bagikan:

Tinggalkan Balasan