“ Di kota – kota besar harga tanah semakin melonjak tinggi sehingga pembangunan gedung – gedung cenderung di bangun menjulang ke atas, baik untuk gedung perkantoran, apartemen pemukiman warga, hotel – hotel, kampus, rumah sakit dan sebagainya. Hal ini tentu bisa dipahami karena semakin sulitnya memperoleh luas lahan yang memadai dan dengan harga yang terjangkau. Namun persoalannya terletak pada keamanan penggunaan gedung tersebut, karena seiring dengan berjalannya waktu tentu segala sesuatu bisa berubah. Salah satu faktor penting untuk diperhatikan adalah uji kemiringan gedung untuk mengetahui apakah gedung tersebut masih layak dan aman untuk digunakan atau tidak ?”, ungkap Dewan Pakar DPP Afiliasi Seluruh Tenaga Teknik Infrastruktur (ASTTI) dan juga Dosen Magister Terapan Rekayasa Infrastruktur Dede Farhan Aulawi di Bandung, Minggu (3/9).

Hal tersebut ia sampaikan dalam obrolan santai di kediamannya saat menerima kunjungan para awak media yang meminta komentar tentang masifnya pembangunan gedung – gedung yang menjulang tinggi di kota – kota besar tanah air. Dede memang selama ini dikenal sangat akrab dalam berbagi ilmu dengan siapa saja termasuk para awak media. Apalagi ia sendiri merupakan salah satu wartawan senior di Jawa Barat yang telah menggeluti dunia jurnalistik selama 27 tahunan.

Menurutnya, setiap bangunan gedung didesain dan dibangun untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan fungsi tertentu, misalnya untuk keperluan perkantoran, tempat tinggal, pabrik, sekolah, ataupun keperluan lainnya. Namun, seiring berjalannya waktu, kemampuan bangunan untuk memenuhi kebutuhan tersebut semakin menurun. Artinya tingkat kelayakan bangunan semakin lama, semakin berkurang yang diakibatkan oleh faktor waktu, misalnya akibat faktor alam, seperti gempa bumi dan pergerakan tanah. Oleh karena itu, diperlukan adanya uji kelayakan bangunan. Pengujian tersebut menjamin struktur bangunan gedung dalam kondisi yang baik dan memenuhi kriteria teknis bangunan yang layak, baik dari segi mutu (keamanan), maupun kenyamanan bangunan, sehingga dapat melayani kebutuhan sesuai dengan fungsinya.

Selanjutnya Dede juga menambahkan bahwa salah satu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat kelayakan bangunan adalah pengukuran kemiringan bangunan. Pengukuran kemiringan bangunan bertujuan untuk menentukan apakah nilai kemiringan suatu bangunan masih memenuhi toleransi kemiringan yang diijinkan oleh standar peraturan yang berlaku atapun tidak. Dengan demikian, berdasarkan hasil pengukuran tersebut kemudian dapat ditentukan tindakan tepat selanjutnya agar bangunan tetap dapat memenuhi kebutuhan sesuai fungsinya. Dengan kata lain, masih AMAN untuk digunakan.

Kemudian iapun menjelaskan bahwa kemiringan bangunan gedung dapat diketahui dengan melakukan pengukuran horizontality dan verticality struktur-struktur gedung. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Electronic Total Station (ETS). ETS tipe Nikon Nivo 5C merupakan Reflectorless Total Station yang memungkinkan pengambilan data tanpa menggunakan prisma melainkan melalui pembacaan laser, sehingga memungkinkan pembacaan koordinat objek pada tempat yang tidak dapat dijangkau prisma. Selain itu, data yang dihasilkan dapat lebih akurat dibandingkan penggunaan automatic level karena dengan teknologi reflectorless dapat mengurangi human error dalam pembacaan data.

Dengan demikian, prinsip umum dari pengukuran kemiringan bangunan gedung menggunakan ETS adalah dengan mengukur koordinat struktur bangunan yang tampak pada keempat sisi bangunan, baik berupa dinding, kolom, balok, maupun plat. Pengukuran kemiringan dilakukan per sisi gedung karena alat ETS hanya dapat menjangkau maksimal dua sisi bangunan pada satu kali berdiri alat (jika tempat bangunan berdiri merupakan lahan terbuka), maka untuk mengukur kedua sisi bangunan lainnya, perlu dilakukan pemindahan alat ke tempat lain. Adapun sistem koordinat yang digunakan pada pengukuran kemiringan bangunan merupakan sistem koordinat lokal, sehingga tidak memerlukan BM (Bench Mark). Hal ini disebabkan posisi bangunan yang dibutuhkan hanya merupakan posisi relatif antar struktur, bukan posisi sebenarnya di permukaan bumi.

“ Hasil dari pengukuran kemiringan ini berupa koordinat 3D dari struktur yang ditembak, yaitu koordinat X, Y, dan Z. Hasil tersebut kemudian diplot pada perangkat lunak untuk selanjutnya dilakukan pengolahan agar dapat diketahui nilai kemiringannya. Nilai kemiringan kolom atau dinding dapat diketahui dari perbedaan koordinat X dan koordinat Y antara bagian atas dan bagian bawah kolom dan dinding. Sementara nilai kemiringan balok dapat diketahui dari perbedaan koordinat Z (perbedaan tinggi) antara sisi kanan dan sisi kiri balok. Sedangkan plat yang turun dapat diketahui dari perbedaan koordinat Z (perbedaan tinggi) pada area plat yang sama “, imbuh Dede.

Lebih lanjut ia pun menguraikan terkait arah kemiringan setiap struktur bangunan dapat ditentukan berdasarkan sumbu X dan sumbu Y perangkat lunak. Setelah diperoleh nilai kemiringan struktur hasil pengukuran, kemudian pada nilai tersebut dilakukan verifikasi untuk menentukan apakah kemiringan atau lendutan struktur memenuhi batas kemiringan atau lendutan maksimum yang diijinkan. Aturan mengenai batas kemiringan atau lendutan maksimum yang diijinkan terdapat pada SNI 03-1729-2002. Ujarnya.

“ Inilah sedikit penjelasan kenapa seiiring berjalannya waktu uji kemiringan gedung itu sangat diperlukan. Hal ini tentu terkait dengan masalah safety, alias gedung tersebut masih dalam kondisi aman untuk tetap digunakan atau tidak. Dari hasil pengukuran tersebut, bisa menentukan langkah – langkah apa yang harus dilakukan “, pungkasnya. (mli)

Bagikan:

Tinggalkan Balasan