Meski pun pihak Tergugat 1 melakukan banding atas putusan PN Bekasi pada 13 Januari 2022. Namun penilaian masyarakat hal itu menunjukan pemerintah Kota Bekasi selalu berpihak pada kepentingan kapitalis untuk kepentingan pribadi dan kelompok penguasa daerah.
Demikian diungkapkan wartawan senior Binsar Sihombing yang juga berdomisili tidak jauh dari lokasi polder Aren Jaya.
“Lahan itu pada tahun 2015 sedang bersengketa. Tapi pemerintah Kota Bekasi memaksakan untuk tetap membangun polder dengan tidak mengindahkan warga yang sudah lama memiliki lahan tersebut. Akhirnya cara ini menjadi kebiasaan bagi pemerintah untuk melakukan hal yang sama dalam setiap proyek pembebasan lahan,”tuturnya pada media di lokasi Polder Aren Jaya kelurahan Aren Jaya Bekasi Timur. Sabtu (29/1/2022).
Dirinya menegaskan, masyarakat termasuk dirinya sepakat adanya pembuatan polder air sebagai cara untuk mengatasi banjir tahunan di Kota Bekasi. Namun harus tetap dengan pertimbangan dan kajian humanis.
“Kan kemarin Pak Plt Wali Kota Bekasi Tri Adhianto di media berjanji akan membayar ganti rugi jika kasusnya sudah inchracht. Saya heran kok kenapa ga berfikir seperti itu saat membangub polder itu. Harusnya pemerintah daerah menunggu penyelesaian sengketa itu inchracht dulu, baru diajukan proses pembebasan lahan,”ucap Binsar.
Binsar menambahkan, dirinya salah satu warga yang mendukung ditegakannya keadilan terkait pembangunan Polder Aren Jaya.
Seperti diberitakan, Plt Wali Kota Bekasi Tri Adhianto sendiri selaku kepala daerah mengaku siap membayar kompensasi kepada pemilik lahan seluas 30. 472 M2 yakni Sayutih yang saat ini lahan tersebut dibangun Polder Air di wilayah Kelurahan Aren Jaya Kecamatan Bekasi Timur.
Pemkot Bekasi sebagai Tergugat II juga diwajibkan membayar ganti rugi lahan kepada pemilik lahan yang sah yang sudah dipakai untuk folder air dengan besaran biaya setelah ditetapkan penaksir/appraisal (RED)