Oleh: H. M. Saifuddaulah, SH, MH.,M.Pdi

(Ketua DPRD Kota Bekasi)

Kepastian hanya milik Allah semata. Itulah makna tentang Lailatul Qadar. Sejatinya hanya Allah yang Maha Mengetahui kapan datangnya malam seribu bulan yang penuh berkah itu. Sebagaimana kita ketahui, bahwa 10 hari terakhir bulan Ramadhan, Allah merahasiakan malam penuh berkah – malam Lailatul Qadar.

Dari sini kita bisa mengambil hikmah bahwa Allah merahasiakan jatuhnya malam Lailatul Qadar sebagaimana Dia merahasiakan perkara-perkara lainnya, seperti rejeki, kelahiran, dan kematian. antara lain adalah bahwa Dia merahasiakan ridha-Nya atas ketaatan kaum muslim agar mereka Istiqamah beribadah dalam sebulan penuh untuk mendapatkan malam yang keutamaannnya melebihi seribu bulan. Allah juga menyembunyikan waktu-waktu dikabulkannya do’a agar hamba-Nya tidak berhenti berdo’a.

Namun yang pasti adalah bulan Ramadhan itu bisa menjadi bulan penuh Rahmah, ketika setiap tahun kita memiliki perubahan dalam perilaku dan pemikiran. Yakni semakin mendekat kepada sang Khalik, sehingga senantiasa beramal baik yang berdampak secara sosial, karena hakikat ibadah puasa itu perjalanan ruhiyah/imaniyah sesorang dengan Tuhannya. Berbeda dengan ibadah lain, seperti sholat atau zakat yang nampak dalam gerakan serta amalannya.

Meski terlihat ibadah yang sederhana, pada hakikatnya puasa merupakan ibadah yang istimewa dibanding ibadah lainnya. Ia menjadi satu-satunya ibadah yang dalam hadits qudsi disebutkan oleh Allah SWT bahwa “Puasa itu Milik-Ku dan Aku yang akan membalasnya.”

Orang-orang yang berimanlah yang diperintahkan untuk melaksanakan ibadah puasa, karena puasa itu ibadah yang menuntut keyakinan dan keimanan dalam proses pelaksanaannya. Bisa saja orang mengaku berpuasa padahal tidak berpuasa, karena tidak seorangpun yang tahu kecuali dirinya dan Allah,
Puasa satu-satunya ibadah yang tidak memiliki kemungkinan untuk disisipi sifat riya`. Puasa tidak dapat dilihat dari perbuatan dan hanya didapati dalam hati dan menjadi rahasia antara seorang hamba dengan Tuhannya. Karenanya, Allah menisbatkan pahala puasa kepada Dzat-Nya yang mulia.

Sehingga kampus Ramadhan ini menjadi kawah candradimuka keimanan dan perilaku seorang yang mengaku muslim. Untuk menahan diri dari nafsu diri. Dampak ibadah Ramadhan yang akan nampak pada 11 bulan ke depan setelahnya. Apakah seorang itu semakin tawadhu atau biasa saja bahkan makin menjauh dari Allah?

Mungkin itu pula orang yang mendapat berkah Lailatul Qadar. Ia semakin tawadhu, menjauh dari perbuatan tercela, mengurangi berbohong dan semakin peduli terhadap sesamanya. Bukan orang berpuasa yang tak berdampak dalam kesalihan sosial. Ia hanya mendapat haus dan lapar saja. Sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW bahwa puasa itu tidak berdampak, hanya mendapat haus dan dahaga semata.

Semoga Ramadhan tahun ini menjadi bekal kehidupan kita ke depan dalam kehidupan keseharian yang lebih bersahaja. Semakin meningkatkan diri kepada Allah, dan peduli terhadap sesama manusia. Serta menjadi manusia yang selalu melakukan kebaikan dan kemanfaatan bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Wallahu’alam bi showaf.(*).

Bagikan:

Tinggalkan Balasan