Oleh : Imam Trikarsohadi
Ringkas cerita, setelah tiga hari merasa terkekang di rumah sakit, dan itu pun membuat dokter dan para suster berkali-kali dibuat repot oleh sebab saya yang agak bandel, tentu saya rindu berselancar di dunia maya dan laptop kerja.
Sedang asyik memantau pengumpulan tugas dari para mahasiswa yang hampir empat hari saya abaikan oleh karena tangan dipenuhi tusukan jarum infus dan nyaris tak boleh bergerak, tiba-tiba terpantau ada pesan masuk.
Pesan itu dari Ustadz Ahmad Syaikhu–saudaraku yang saleh–dan super sibuk sejak tahun memasuki angka 2023. Maklum, ia adalah petinggi salah satu partai. Saling berbalas pesan dalam beberapa menit, hari itu juga, kita pun sepakat bertemu. Lokasinya di kediaman beliau.
Dua jam setelah berkomunikasi, saya pun tiba di kediamannya. Beliau sudah menunggu di depan pintu rumahnya. Kalimat pertama yang terucap darinya;” maaf kang tidak sempat menjengguk…”. Tentu ini dimaksudkan tidak sempat menjenguk saat saya dirawat di rumah sakit.
Dalam hati saya bergumam, tahu dari mana saya dirawat?. Tapi hati ini sekaligus trenyuh, sedemikian detailnya ia memantau saya. Tapi ya sudahlah, ia sejak dulu memang “tuan” empati yang luar biasa. Ia mampu berkomunikasi dalam kesunyatan – sebuah presisi yang bisa muncul manakala kehidupan dan kematian dilakoni dengan taqwa dan berserah diri kepada Allah SWT.
Sejurus kemudian, saya memasuki ruang tamu yang merangkap ruang kerja nan bersahaja, ada sebuah buku kepemimpinan diatas meja, segelas besar air putih bercampur madu dan disamping meja ada Mushaf Kabir.
Kami bercakap – cakap, dan Pak Ali yang biasa melayani kami kalau sedang berdua pun masuk dan menanyakan saya mau minum apa.” Kopi ya,” kata Pak Ali. Saya jawab tidak, lagi dilarang dokter minum kopi. Maka, akhirnya air putih menjadi pilihan.
Tiba-tiba Kang Ahmad Syaikhu berujar;” dicampur madu Kang.” Seraya menyodorkan sebotol madu. Saya pun mengiyakan dan langsung mengambil sesendok madu untuk dicampurkan dengan air putih di gelas. Disela-sela saya mengaduk madu, Ia pun menceritakan bahwa ayah –ayah kita dulu sangat akrab dengan madu demi kesehatan.
Kenapa perjumpaan hari ini diwarnai topik madu? Itulah pertanyaan yang terlintas dalam pikiran. Pertanyaan itu muncul karena memang otak saya cenderung tak mau diam terhadap hal ihwal, dan topik ini muncul sedang bersama orang saleh, kerabat keraton Cirebon pula.
Apalagi saat ini, kami berdua, meski dalam dimensi yang agak berbeda, tapi sedang dalam satu ikhtiar bersama dalam upaya membangun makna demi kemaslahatan bangsa ini kedepan. Tentu, sebagaimana diajarkan tetua kami dahulu, setiap pertanda mesti ditafsirkan dengan kedalaman qolbu agar memantik manfaat.
Madu, banyak orang tahu, berasal dari saripati bunga dan baik, maka keluarnya pun baik. Sesuatu yang halal, keluarnya halal pula dan akan banyak memberi manfaat bagi orang lain. Hmmm .. ini rupanya yang hendak dikomunikasikan hari ini, demikian hati ini bergumam.
Lebih dalam lagi, madu diproduksi oleh lebah, dan ia merupakan salah satu makhluk yang dimuliakan oleh Allah Ta’ala. Bahkan salah satu surat di dalam Alquran bernama Surat An Nahl yang berarti lebah. Dalam kehidupan sehari-hari, mungkin lebah (lebah madu) merupakan sesuatu yang tidak signifikan di pandangan kita, kita cenderung mengabaikannya. Namun sebagai seorang muslim, kita diminta untuk memiliki cara berpikir yang berbeda, salah satunya adalah dengan belajar, refleksi, dan mengambil hikmah dari hal-hal di sekitar kita, termasuk mengambil pelajaran dari lebah.
Dalam Alquran Surat An Nahl ayat 68-69 Allah SWT berfirman yang artinya:“Dan Tuhanmu mengilhamkan kepada lebah, “Buatlah sarang di gunung-gunung, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia, kemudian makanlah dari segala (macam) buah-buahan lalu tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu).” Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berpikir.”
Seperti diketahui, lebah hanya memakan hal-hal yang baik saja. Ia tidak akan mengambil makanan dari bunga yang masih muda (belum mekar), tidak pula dari bunga yang di sana sudah ada lebah lainnya. Lebah selalu memilih untuk hanya mengambil makanan dari bunga yang segar, bersih, dan baik. Kita sebagai manusia, di saat ingin mencari pekerjaan, memulai suatu usaha (baik bisnis maupun yang lainnya), ataupun memilih makanan yang akan kita makan, carilah dari hal yang baik-baik saja. Carilah yang terbaik.
Lebah juga pengejar high achiever (prestasi yang tingg). Mereka tidak akan berhenti dengan sesuatu yang biasa-biasa saja. Merek selalu berusaha untuk mencapai hal yang terbaik.
Lebah tidak akan mengambil sesuatu dari bunga tanpa memberikan manfaat kepadanya, bahkan, manfaat yang diberikan jauh lebih besar dari sesuatu yang diambil oleh lebah. Mereka mengambil serbuk sari dari bunga dan menaruhnya pada bunga yang lainnya, yang mana aksi tersebut dibutuhkan oleh bunga. Sama seperti lebah yang punya hubungan dengan bunga, setiap manusia juga punya hubungan dengan manusia/makhluk yang lainnya. Dalam hubungan kita, alangkah lebih baik jika mencontoh perilaku lebah. Berikanlah sesuatu yang membuat kehidupan orang lain menjadi lebih baik, dan jangan ambil sesuatu yang dapat menimbulkan bahaya/kerugian bagi mereka. Jangan terlalu menuntut dari orang lain, tapi lebih fokuslah bagaimana kita bisa memberikan lebih banyak manfaat bagi mereka.
Lebah tidak akan merebut bunga yang telah berelasi dengan lebah yang lain. Dia akan mencari bunga yang memang belum diambil oleh lebah lainnya. Sebagai manusia, kadang sering kali kita salah dalam berkompetisi, kita merebut hal-hal yang sebelumnya telah diusahakan oleh orang lain. Misal, kita melihat tetangga kita membuka bisnis baru, lalu kita membuka bisnis yang sama dan berusaha mengambil pelanggan dari tetangga kita tersebut. Atau kita berusaha menghalang-halangi orang lain, mempersulit urusannya karena kita khawatir suatu saat mereka akan mengancam posisi kita. Tentu saja hal ini bukanlah karakter dari seseorang yang beriman. Ketika kita memberikan manfaat kepada orang lain, itu bukanlah kompetisi. Karena di saat kita memberikan manfaat kepada orang lain, semuanya akan mendapatkan manfaat.
Lebah juga tidak akan menuntut terlalu banyak dan tidak memberikan tekanan kepada makhluk lain (bunga). Saat lebah hinggap pada bunga, apalagi bunga yang secara kekuatan lebih rapuh daripada lebah, dia tidak akan hinggap sepenuhnya hingga membuat bunga tersebut patah/rusak. Lebah akan mengepakkan sayapnya dan mengelilingi bunga tersebut. Sebagai manusia, kita harus menginstrospeksi diri kita apakah terlalu banyak menuntut dari orang lain, misal ke anak atau ke rekan-rekan kita. Lalu kita harus memperbaikinya agar tidak menjadi seseorang yang terlalu menuntut, karena bisa jadi apa yang kita lakukan tersebut bisa membuat orang lain merasa tertekan/tersakiti.
Lebah adalah makhluk sosial yang tidak iri satu sama lain. Mereka membuat sarangnya secara kolektif. Mereka bekerja bersama untuk kepentingan bersama. Sering kali di dalam komunitas muslim yang kurang beriman, sebagian merasa iri ketika melihat kesuksesan yang diperoleh orang lain. Dan ketika kita yang mendapat kesuksesan, kita jarang mau berbagi kepada orang lain karena khawatir orang tersebut akan memperoleh kesuksesan yang sama dengan kita atau mungkin malah melebihi apa yang kita dapatkan. Sifat-sifat yang seperti ini, seharusnya kita jauhi.
Lebah adalah makhluk yang rendah hati. Tidak seperti manusia yang terkadang ketika mereka sibuk atau terkenal atau mendapatkan banyak kenikmatan, manusia menjadi sombong, tidak mau meluangkan waktunya untuk orang lain yang membutuhkannya. Atau bahkan merasa lebih baik dari orang lain dan tidak mau bergaul dengan yang posisi atau keadaannya sedang lebih rendah daripada dirinya.
Lebah memberikan manfaat pada komunitas yang lebih luas. Mereka tidak hanya memberikan manfaat pada dirinya sendiri maupun makhluk lain yang berelasi secara langsung dengannya. Sebagai contohnya, mereka menghasilkan madu yang sangat berguna untuk manusia agar memiliki ketahanan tubuh yang baik dan dapat pula menyembuhkan berbagai penyakit.
Memang harus saya akui, komunikasi bathin Kang Ahmad Syaikhu begitu dalam sebagaimana kedalaman perilaku para kasepuhan dan kyai dari tataran tanah grage. Sekali pantik bikin hati damai, sekaligus, acapkali, membikin saya tergiring untuk kembali menjelajahi literasi dan kitab-kitab.
Tapi, selain soal madu dan lebah, ada PR juga tentang Mushaf Kabir, sebab ayah saya dulu sering membahas hal itu.
Saya pun kembali ke rumah dengan membawa sekeler madu berkualitas tinggi, air zamzam dan “jajan”. Subhanallah. Jazakumullah khairan katsiran.(*).