LINGKAR INDONESIA – Program Prona atau yang sekarang di sebut PTSL yang di canangkan Presiden Joko Widodo bertujuan untuk membantu masyarakat dalam meringankan biaya pengurusan sertifikat tanah sepertinya tidak berlaku di Kota Bekasi.

Apalagi Program Prona/PTLS tersebut sering kali dijadikan bancakan oleh oknum untuk meraup rejeki dengan meminta sejumlah uang kepada warga yang hendak mengurus sertifikat tanahnya melalui program prona atau PTSL . Kedati biaya Pengurusan Prona atau PTSL hanya Rp 350 ribu tetap saja pada kenyataannya oknum-oknum mulai dari perangkat RT sampai perangkat Desa/Kelurahan selalu berdahli atau beralasan untuk meminta sejumlah uang kepada warga yang mengurus sertifikat tanahnya dengan besaran yang berbeda-beda tergantung dari jumlah luas tanah warga tersebut.

Tidak sedikit banyak perangkat Desa/Kelurahan yang terseret hukum akibat melakukan pungli kepada warga atau masyarakat yang ingin mengurus sertifikat tanahnya melalui Program PRONA/PTLS namun kejadian-kejadian itu tidak membuat efek jera bagi para oknum mulai dari perangkat RT/RW, Desa/Kelurahan dan oknum BPN.

Seperti halnya yang di alami Eviria Tambah yang mengurus sertifikat tanahnya yang beralamat di RT.03/RW.08 Kel Pedurenan Kecamatan Mustika Jaya, Kota Bekasi, Jawa Barat. Kepada awak media Eviria mengatakan Bae dari tahun 2018 sampai sekarang sertifikat tanahnya belum selesai.

“Dari tahun 2018 saya urus sertifikat tanah saya ikut program prona tapi sampai sekarang belum selesai juga. Lantas apa kerjanya pihak BPN?,” ungkapnya.

Eviria menjelaskan, pertama Tgl 28 Juni 2018 saya urus sertifikat tanah ikut program prona dengan mendatangi kantor Kelurahan Pedurenan, tetapi dari Kelurahan saya disuruh nemuin Pak Nemit selalu RT, lalu Pak Nemit minta Rp 500 rb yang katanya buat Pengurusan. Jelas Evi

“Pernah saya tanyakan ke Pak Nemit kabar sertifikat saya tahun 2020 yang katanya data saya sudah ada dan sedang di proses Sertifikat saya,” terangnya.

Ditambahkan Eviria Tambah, pada bulan Nopember 2021 saya datangin RT malah kasih berkas saya serta sertifikat kosong (tidak ada nama).

“Saya tanya sama RT kok sertifikatnya tidak ada nama saya (kosong) lalu RT bilang saya tidak tau karena begitu yang di kasih ke saya, lalu RT suruh saya menanyakan ke Kelurahan, Ibu tanya aja ke Kelurahan (menirukan ucapan RT tersebut),” paparnya.

Sampai di Kelurahan, sambung Eviria, saya temui Tugor salah satu Staf di Kelurahan Pedurenan guna mempertanyakan kejelasan sertifikat kosong yang di berikan RT, malah Tugor bertanya, Kok ini (sertifikat kosong) bisa sama ibu? Sambil mengambil berkas dan sertifikat kosong yang diberikan RT.

“Anehnya RT ajak saya ngobrol dibelakang dan bilang kalau ibu mau cepat sertifikatnya jadi ibu harus bayar Rp 3 juta buat kasi orang BPN kata RT tersebut. Jelas saya tidak mau memberikan uang tersebut karena tidak ada bukti kwitansinya saya takut tdak jelas dan uang saya hilang,” tutup Eviria dengan nada kesal.

Saat dikonfirmasi via WhatsApp perihal aduan salah satu warganya, Gutus selalu Camat Mustika Jaya mengatakan, “Siap pak info berkas dah di BPN ibu iyoh, waktu itu kendala gambar ukur sudah ditinjut lagi, ini jawaban dari pa tugor,” jawab Gutus.

Terpisah, saat diminta klarifikasinya via WA, Tugor salah satu Staf di Kelurahan Pedurenan mengatakan “Ya pak berkas sudah di BPN bu iyoh waktu itu ada kekurangan di gambar ukur bisa cek ke beliau trms,” jawab Tugor.

Sementara itu, saat dikonfirmasi via WA, Iyoh salah satu Staf di BPN Kota Bekasi mengatakan, “Silahkan hubungi aja orang yang bersangkutan yang ngurus Eviria ya,” jawab Iyoh dan langsung memblokir WA.

Melihat saling lempar tanggung jawab dari mulai Nemit Ketua RT, Tugor Staf Kelurahan Pedurenan dan Iyoh Staf BPN menimbulkan tanda tanya, ada apa dengan mereka? Ini harus ditindak lanjuti oleh aparat penegak hukum, agar tidak terulang apa yang di alami Eviria Tamba kepada masyarakat atau warga lainnya. (RED)

Bagikan:

Tinggalkan Balasan